Menuju Kongres V PIKI: Pemimpin Siap Memberi Diri

Menuju Kongres V PIKI: Pemimpin Siap Memberi Diri

Setiap masalah pasti ada jawaban. Setiap zaman ada orangnya. Demikian halnya Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) yang lahir pada 19 Desember 1963 dimana paham komunis sedang menguat.

“Pada awalnya, organisasi PIKI begitu dinamis karena tuntutan zaman itu,” kata Dating Palembangan mengawali orasinya dalam acara Sarasehan Intelegensia Kristen Indonesia bertajuk “Eksistensi PIKI sebagai Pergumulan Kita bersama menuju Kongres V PIKI 2015” pada hari Jumat, 6 Maret 2015, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta.

Namun dalam perjalanannya, lanjut Dating, sekitar 20 tahun berikutnya PIKI seperti ada dan tiada.


“Puji Syukur, masa tahun 1980-an, bermunculanlah tokoh-tokoh Kristen yang menjadi jawaban zaman untuk membangkitkan PIKI kembali. Sebut saja, antara lain, Bapak Radius Prawiro, Pieter Sumbung, J.L Parapak yang cukup aktif memberikan kontribusi pemikiran sebagai solusi dalam mengisi pembangunan untuk kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia,” jelas Ketua Umum DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) masa bakti 2007-2010 ini.

Bahkan, ketika dirinya masih mahasiswa, Dating acapkali mendengar gerakan PIKI yang luar biasa sampai ke daerah-daerah.

“Kami sangat kagum dan bangga mendengarkan peran-peran para aktivis PIKI kala itu,” ucap dia.


Dating mengamati keemasan PIKI melewati pasang surutnya. Berakhirnya orde baru, melahirkan orde reformasi dengan mengedepankan paham demokrasinya yang mulai tumbuh pesat hingga ke seluruh pelosok nusantara.

Pada masa peralihan dari orde baru ke orde reformasi, menurut Dating, muncul anggapan yang sebetulnya sulit dibuktikan kebenarannya bahwa mereka yang aktif dalam lembaga swadaya masyarakat dalam bentuk organisasi massa adalah orang-orang yang tak jelas masa depannya.

Namun, lanjut dia, fakta berbicara lain. Seiring bergantinya waktu, mereka yang aktif dalam organisasi massa, pada zaman peralihan justru menjadi bagian dalam sejarah memajukan bangsa Indonesia sekarang ini.


Zaman terus berganti, termasuk orde reformasi akan ada batas waktunya. Kini, tuntutan era globalisasi, yang dalam istilah dunia bisnis dan Hak Asasi Manusia (HAM), akan terus merangsek masuk ke segala aspek kehidupan. Mulai dari ekonomi, seni, budaya dan olahraga. Ini merupakan tuntutan zaman yang perlu dipikirkan PIKI kedepan.

Reformasi dengan bergantinya waktu akan berlalu dengan sejarahnya dan kelak diganti oleh suatu masa yang baru, masa itu akan memberi suatu ruang yang lebih besar dan bebas dengan tantangannya yang luar biasa yaitu era globalisasi yang salah satunya mengedepankan HAM.

“Mau kemanakah PIKI ditengah-tengah derasnya arus era globalisasi dengan selalu mengedepankan HAM. Sebuah era dimana batas antara negara yang satu dengan yang lain hanya sebatas administrasi saja. Tidak lagi menanyakan apa bangsamu, apa keyakinanmu, apa dan apa…., tetapi suatu masa yang selalu mencari ordinat yang sama bagi setiap pelakunya bergantung pada objeknya,” terang dia.


Dating Palembangan berharap dalam Kongres PIKI nanti terjadi kristalisasi pemikiran dimana PIKI ke depan mampu berpartisipasi aktif dalam mengobarkan semangat nasionalisme Indonesia untuk menghadapi era globalisasi.

“Semangat kebangsaan dan rasa cinta tanah air Indonesia adalah modal utama dalam menjaga NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang Bhineka Tunggal Ika sehingga apapun yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia atau kendatipun langit terbelah atau runtuh, Aku tetap INDONESIA,” seru dia.

“Nasionalisme itu jangan pernah kita lupakan,” ujar dia.


Selain itu, tambah dia, tak kalah penting agar PIKI juga membangun diri ke dalam dengan melakukan konsolidasi. Ini yang mungkin merupakan program jangka pendek PIKI beberapa tahun kedepan terus dilakukan.

Sebab dengan konsolidasi yang berkelanjutan, menurut Dating, akan lahir harmonisasi pemikiran bersama untuk menghadapi berbagai masalah kebangsaan supaya menjadi satu kesatuan yang saling membangun pada masa akan datang.

Hal yang sama pentingnya yang akan dilakukan PIKI ke depan adalah membangun sinergi (net working) dengan seluruh komponen anak bangsa (pemerintah, partai politik, swasta, lembaga sosial/keumatan) untuk berpatisipasi aktif dalam memajukan anak negeri.


PIKI diharapkan harus mampu bersinergi dengan dunia internasional yang tentunya bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia, misalnya, masalah tenaga kerja dan ekonomi.

“Sebab itu, siapapun yang hendak menjadi pemimpin PIKI ke depan hendaknya dia siap memberi diri untuk melayani, sehinga PIKI mejadi terus menerus ada, bukan ada dan tiada yang pada akhirnya kehadirannya memberi makna dan arti bagi bangsa Indonesia,” tandas dia.***

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.