Alasan Dosen STT Ekumene ini Laporkan Mahasiswanya Atas Dugaan Pemalsuan Nilai

STT Ekumene
Dosen Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara, Dr Yohanes Parapat

OnlineKristen.com || Dosen Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara, Dr Yohanes Parapat, melaporkan lima mahasiswanya atas dugaan pemalsuan nilai ke Polda Metro Jaya.

Laporan Dosen Yohanes Parapat, seperti dikutip dari detikcom, teregister dengan nomor STTLP/B/6294/XII/2021/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember 2021.

Dalam laporannya itu, Yohanes melaporkan terlapor dengan Pasal 263 KUHP soal pemalsuan dokumen dan atau Pasal 28 ayat (6) dan ayat (7) dan atau Pasal 42 ayat (4) juncto Pasal 93 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Dari kelima mahasiswa terlapor tersebut, seorang mahasiswi bernama Adhitya Simanjuntak mempolisikan balik Yohanes Parapat, atas dugaan pencemaran nama baik.

Baca juga: Pdt DR Erastus Sabdono: Kita Harus Berjuang agar STT Tidak Produksi ‘Penyamun’





Laporan itu teregister dengan nomor LP/B/1156/III/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA, Tanggal: 7 Maret 2022.

Dalam laporannya itu Adhitya melaporkan Yohanes Parapat atas dugaan pelanggaran Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Laporan itu kini bakal ditangani di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Terkait saling lapor ke polisi ini, OnlineKristen.com turut menemui Dr Yohanes Parapat di kantornya, di kawasan Taman Rukan Meruya, Jakarta Barat, (29/4/2022), guna menanyakan beberapa hal terkait kasus tersebut.

Baca juga: Buat Sinode Baru, Pendeta Erastus Sabdono Resmi Keluar dari GBI





Yohanes yang juga Direktur Pasca Sarjana STT Ekumene ini membeberkan ada empat upaya persuasif yang dilakukannya, sebelumnya akhirnya dia memutuskan untuk melaporkan kepada Polda Metro Jaya. Berikut petikan wawancaranya:

Upaya apa yang Anda tempuh sebelum melaporkan permasalahan ini ke Polda Metro Jaya?

Sebelum saya melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya, ada 4 upaya persuasif yang saya lakukan terkait beberapa mahasiswa yang belum diberikan nilai akibat mereka yang tidak hadir, kurang kehadiran, tidak mengerjakan tugas dan lain-lain.

Saya aktif menanyakan menggunakan WhatsApp dan email terkait tugas mereka, namun tugasnya tak kunjung diserahkan hingga akhirnya mereka diwisuda tanpa mendapatkan nilai dari saya.

Dan itu terjadi pada wisuda tahun 2020 dan 2021, dimana ternyata mereka (kelima mahasiswa yang belum diberikan nilai dari saya) tersebut diwisuda.

Karena sampai wisuda tidak ada jawaban yang pasti, lalu saya mengundang mereka untuk klarifikasi. Hingga akhir November 2021, undangan klarifikasi tersebut tak ada jawaban. Tidak ada yang hadir.

Lalu saya melayangkan somasi. Sayangnya, jawaban somasi dari mereka terlambat. Pun, jawabannya tidak sesuai dengan substansi yang kita pertanyakan. Tidak memuaskan.

Akhirnya, pada tanggal 15 Desember 2021, saya melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Kami juga sudah dimintai keterangan oleh Polda Metro Jaya terkait kasus ini.



Menurut Anda, para mahasiswa yang tidak mendapatkan nilai dari dosen kemudian tiba-tiba diwisuda bisa dikatakan tidak sah?

Tentu secara aturan, yang saya pahami dan ketahui, setiap mahasiswa harus lulus dalam mata kuliah yang diambil. Apalagi mata kuliah yang saya ampu adalah mata kuliah inti (wajib) untuk Prodi S2. Selain itu, ada juga dua mata kuliah dari saya yang belum ada nilainya.

Mata kuliah apa yang Anda ampu?

Ada 4 mata kuliah yang saya ampu di Prodi S2 STT Ekumene, yaitu Kepemimpinan Kristen, Teologi Kontekstual, Teologi Kontemporer dan Spiritualitas Injil.

Bagaimana Anda melihat kredibilitas kampus yang meluluskan mahasiswanya walaupun belum mendapat nilai dari dosen bersangkutan?

Tentu saya beranggapan ada proses yang tidak sesuai, apabila memang terbukti nantinya. Saya juga memberi diri untuk dibuktikan. Itulah sebabnya kita mencari tahu sebetulnya siapa, misalnya, yang melakukan (pemberian nilai tanpa dari saya).

Atau bagaimana sebenarnya proses yang dilakukan oleh kampus ketika memasukkan nilai ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, dimana saya sebagai dosen tidak pernah memberikan nilai kepada para mahasiswa tersebut. Sebab setahu saya, hanya saya sebagai dosen yang memberikan nilai kepada pimpinan Prodi yang kemudian diteruskan kepada pihak kampus.

Apakah Ketua STT kira-kira mengetahui siapa yang memberi nilai kepada mahasiswa sehingga akhirnya diperbolehkan diwisuda?

Saya kurang tahu ya, apakah dia sudah tahu atau tidak.

Anda sudah melapor ke Polda Metro Jaya, tuntutannya apa?

Pasal yang digunakan dari kuasa hukum saya adalah pemalsuan surat dan undang-undang pendidikan. Jadi ada dua.

Pemalsuan surat, apakah itu berarti ijazah mahasiswa nantinya tidak sah?

Ya, kalau diwisuda maka ada timbul ijazah dengan transkrip nilai.



Tuntutan ganti rugi apakah materi atau immateril?

Itu pasal digunakan pasal pemalsuan surat dan undang-undang pendidikan, yang saya pahami bentuknya pidana.

Sudah berjalan empat bulan kasus ini, belum ada respon sama sekali dari pihak terlapor?

Jadi di dalam laporan polisi kami, terlapornya itu tertulis dalam proses lidik (perbuatan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Dalam laporan Anda ke polisi, adakah menyebutkan nama terlapor?

Tidak ada sebutan nama dalam lidik, karena memang belum diketahui siapa yang sebenarnya memberikan nilai atau yang membuat proses ini.



Perkembangan terkini apa yang bisa Anda sampaikan terkait laporan ke Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu?

Saya mendapatkan info, pihak-pihak yang ada dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), misalnya, yang memproses nilai-nilai itu sedang dipanggil. Tapi saya kurang tahu sudah berapa banyak atau siapa saja yang sudah datang atau belum. Tentu yang paling mengetahui pihak penyidiknya.

Pasca pelaporan, apakah ada utusan khusus kampus yang mendatangi Anda?

Sampai sekarang belum ada.

Anda akan kawal terus kasus yang masih dalam proses di kepolisian ini?

Ya, tentu saya akan kawal proses ini agar sesuai koridor hukum dan arahan dari kuasa hukum kami. Misalnya, kami juga menanyakan ke polisi hasil perkembangan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepolisian.



Kapan Anda mulai mengajar di STT tersebut?

Saya mengajar di STT ini mulai Februari 2019.

Sepengetahuan Anda, apakah kejadian yang seperti Anda alami ini baru pertama kali atau sebelumnya sudah terjadi?

Setahu saya, ini pertama kalinya. Sekolah ini sebelumnya dipimpin oleh orang lain. Pada Februari 2019, terjadi serah terima kepemimpinan dan perubahan Yayasan. Dari pemimpin lama namanya almarhum Dr. Wempie J Lintuuran kepada Dr Erastus Sabdono sebagai Ketua STT Ekumene yang baru. Yayasannya pun baru. Jadi, saya sendiri ikut mulai mengajar ketika pas proses serah terima.

Setahun berapa kali wisuda?

Wisuda dilakukan setahun sekali. Dan kejadian pertama kali dimana ada mahasiswa saya yang belum diberikan nilai, tapi ikut wisuda yaitu pada akhir November 2020.

Pada waktu itu, saya masih belum mengetahui apakah para mahasiswa yang sebelum saya berikan nilai ini memang ada tercantum mata kuliah saya dalam transkripnya. Saya masih belum mengerti dan kurang informasi pada waktu itu karena kondisi masih belajar online.




Seiring berjalan waktu, pada akhir November 2021 ada wisuda lagi. Dan terjadi lagi dimana ada mahasiswa yang belum pernah saya berikan nilai namun ikut diwisuda juga.

Atas dasar itulah saya mencari tahu sebetulnya para mahasiswa ini tercantum mengambil mata kuliah saya atau tidak sih. Setelah saya periksa ternyata para mahasiswa itu mengambil mata kuliah saya. Itu berarti ada nilai yang diberikan, padahal saya sebagai dosennya tidak pernah memberikan nilai.

Pun, ketika saya membuka website PD Dikti (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi), baru saya mengetahui bahwa ternyata para mahasiswa yang mengikuti mata kuliah saya, ada nilai yang dicantumkan disitu.

Menurut Anda, adakah yang berhak memberikan nilai selain dosen pengampu?

Dalam undang-undang tentang dosen disebutkan yang berhak memberikan nilai kelulusan itu dosen yang bersangkutan.



Nama Anda apakah masih tercantum sebagai dosen di STT Ekumene sampai saat ini?

Setahu saya masih tercantum sebagai dosen. Cuma pada semester ini saya tidak diberikan jadwal mengajar. Saya sudah bertanya melalui email dan tapi belum ada jawaban.

Apakah Anda bersedia jika ada upaya mediasi damai?

Ya, tentu saja mau. Apalagi dalam konteks keKristenan pasti saya mau untuk bertemu dan mencari jalan keluar. Namun saya menekankan satu hal paling penting yakni kalau memang mahasiswa belum waktunya lulus, ya mahasiswa tersebut jangan diluluskan. Itu saja. Dan hal itu tidak mengada-ada.

Harapan Anda terkait penyelesaian masalah ini?

Mudah-mudahan masalah ini bisa selesai. Tentu jika memungkinkan, saya senang juga bila persoalan ini selesai tanpa harus melanjutkan (ke meja hijau).

Kalau ada pihak ketiga yang ingin mempertemukan Anda dengan pihak terlapor?

Tentu saya pasti akan meminta pertimbangan dari kuasa hukum. Tapi secara pribadi tentu saya berniat untuk menyelesaikan. Tapi apa saja yang boleh saya tempuh atau tidak boleh, tentukan saya mesti berkonsultasi dengan kuasa hukum kami.



Apakah persoalan ini juga sudah disampaikan kepada institusi terkait seperti Bimas Kristen dan Dikti?

Ya, sudah saya sampaikan ke Bimas Kristen, juga ditembuskan ke Dirjen Pendidikan Tinggi jika saya tidak keliru ya. Namun belum ada jawaban hingga kini.

Ada yang menyayangkan Anda terlalu cepat melaporkan persoalan ini ke polisi, tanggapan Anda?

Sebetulnya, saya sudah melakukan upaya persuasif kepada para mahasiswa. Misalnya, ketika para mahasiswa belum menyerahkan tugas, maka saya mengingatkan berulang-ulang kepada mereka melalui WA dan email. Dan itu saya lakukan sejak saya mulai mengajar pada tahun 2019.

Adakah rekan dosen yang menghubungi Anda terkait persoalan ini?

Ada sih, satu atau dua dosen yang menghubungi saya. Mereka tahu kalau saya punya keinginan menjaga kampus ini berjalan sebaik mungkin. Pastilah ya. Dan saya percaya Pak Erastus begitu juga. Beliau pun mau supaya kampus ini berintegritas tinggi. Itu keyakinan saya. Saya yang enggak mentang-mentang sedang diwawancarai.



Apakah sejauh ini ada komunikasi dengan Pak Erastus?

Belum pernah. Saya pernah mengundang waktu pertemuan untuk klarifikasi. Tapi beliau dan para mahasiswa tidak datang.

(Ambarita)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.