OnlineKristen.Com | Ibadah dan Perayaan Natal tanpa ancaman masih menjadi dambaan, belum sepenuhnya menjadi kenyataan di seluruh pelosok negeri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Dalam tahun-tahun belakangan, umat Kristen dan kelompok minoritas lain di beberapa wilayah NKRI bahkan tidak bisa berkumpul untuk beribadat sesuai dengan keyakinan agama mereka,” urai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (DPD PIKI) Jawa Barat, Arijon Manurung, dalam siaran pers yang diterima OnlineKristen.Com, Jumat, 20 Desember 2019.
“Izin membangun gedung gereja atau rumah ibadat pun lebih sulit didapatkan daripada mengantongi izin membangun sebuah hotel dan klub malam. Merayakan Natal pun demikian. Lebih sulit merayakan Natal daripada menggelar pesta dangdutan di kampung-kampung,” tegas dia.
BACA JUGA: Perayaan Dies Natalis Ke-56 dan Natal PIKI, Ketum PIKI: Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa
Seperti tahun-tahun sebelumnya, menurut Arijon, pada bulan Desember tahun ini kembali didapati kenyataan-kenyataan yang memilukan.
“Selain larangan mengucapkan selamat Natal yang dikeluarkan oleh pemuka kelompok aliran keagamaan tertentu, kita pun kembali dihebohkan dengan larangan merayakan Natal secara bersama di Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat,” beber dia.
Menurut Arijon, larangan ini bukan baru pertama terjadi, tetapi sudah berlangsung cukup lama.
BACA JUGA: DPP PIKI Ajak Pengambil Kebijakan Kembali Pada Pemurnian Pancasila
“Lantas, dimana negara? Mengapa pemerintah terkesan berdiam diri dan membiarkan tindakan tidak terpuji yang melanggar hukum itu terus terjadi?” imbuh dia.
Lebih lanjut Arijon memaparkan kebebasan berkumpul dan beribadat sesuai dengan agama atau keyakinan serta merayakan hari raya besar keagamaan adalah hak asasi setiap manusia.
Hak dasar manusia ini tidak hanya dijamin secara internasional, tetapi juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar dan konstitusi nasional negara Indonesia.
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, dan berhak kembali.”
“Juga, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
“Inilah konstitusi negara kita, sehingga beribadat atau pun merayakan hari raya besar agama adalah juga hak warga negara yang dijamin konstitusi, dan negara berkewajiban menjaminnya,” ujar Arijon.
BACA JUGA: Usai Pemilu 2019, DPP PIKI Ajak Warga Menjaga dan Memelihara Persatuan Indonesia
“Ketika negara berdiam diri dalam konteks pelarangan seperti yang terjadi di Sumbar, apalagi ‘membenarkan’ pelarangan tersebut dengan merujuk pada kesepakatan lokal yang sudah dibuat di akar rumput, maka negara atau pemerintah telah gagal menjalankan amanat konstitusi,” tegas dia.
Menurut Arijon, kelemahan mendasar pemerintah ini berpotensi melanggengkan tindakan-tindakan intoleransi dan ekstrimisme, dan pertaruhannya adalah persatuan, keutuhan dan masa depan bangsa Indonesia.
“Intoleransi dan ektrimisme sesunguhnya bukan hanya bertentangan dengan konstitusi, tetapi juga berseberangan dengan hakikat agama-agama yang ada untuk menghadirkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan seluruh ciptaan,” ujar dia.
BACA JUGA: DPP PIKI Gelar Refleksi Awal Tahun Hadirkan Intelektual Lintas Agama
Apa pun agamanya, lanjut Arijon, jika tetap berada di jalan yang lurus, maka akan tetap memperjuangkan keadilan, kesetaraan, kesejahteraan untuk semua, sebab itulah yang dikehendaki Allah kehidupan.
“Allah kehidupan adalah Allah yang penuh cinta dan rahmat, bukan kebencian dan kekerasan. Tindakan kekerasan dan ujaran-ujaran kebencian bukan hanya bertentangan dengan hakikat agama, tetapi bertentangan dengan kehendak Allah kehidupan,” papar dia.
Oleh karena itu, Arijon melanjutkan, guna menyikapi berbagai tindak kekerasan atas nama agama, dan khususnya pelarangan perayaan Natal yang terjadi di Sumatera Barat, maka DPD PIKI Jabar dengan ini menyatakan:
1. Tindakan pelarangan perayaan Natal di Sumbar adalah tindakan intoleransi yang seharusnya tidak boleh terjadi di NKRI. Kami sangat menyayangkan peristiwa yang inkonstitusional tersebut.
2. Kami menyayangkan sikap diam, bahkan pembiaran, yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah Sumbar maupun oleh pemerintah pusat NKRI.
Kami juga menyerukan supaya:
- Setiap warga negara Indonesia dapat menahan diri dari berbagai hasutan yang memecah-belah persatuan kita sebagai warga negara Indonesia yang mencintai keberagaman.
- Para pemimpin agama terus menyebarluaskan pesan-pesan damai dan mengajarkan umat untuk hidup saling menghargai dan saling membangun di tengah perbedaan.
- Pemerintah Indonesia, baik di daerah maupun di pusat bertindak tegas terhadap kelompok intoleran dengan tetap menghargai hak hidup setiap orang. Pemerintah harus melindungi kebebasan setiap warga negara untuk beribadat dan merayakan hari raya keagamaan secara bersama.
“Akhirnya, kami berdoa untuk saudara/i umat Kristen di Sumatera Barat agar tetap sabar, mengampuni, dan mengasihi setiap orang serta berdoa bagi mereka yang melarangmu untuk beribadat dan merayakan Natal sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus,” tutur Arijon.
BACA JUGA: Ketum PIKI: MENJAGA INDONESIA DENGAN MERAWAT PANCASILA
“Doa ini juga kami sampaikan untuk umat agama lain yang juga mengalami perlakuan intoleran di tempat-tempat lain di wilayah NKRI,” tandasnya.
Ad Caritas Et Veritas, Demi Keadilan dan Kebenaran
Selamat Dies Natalis ke-56 19 Desember 2019
Selamat menyambut Natal 25 Desember 2019 dan Tahun Baru 1 Januari 2020.
Allah Kehidupan memberkati Indonesia.
Be the first to comment