OnlineKristen.com – Di bawah pendar lampu Graha Bethel, Jakarta Timur, suasana Jumat (20/12/2025) terasa berbeda. Bukan sekadar seremoni tahunan, perayaan Natal Badan Pengurus Pusat (BPP) Gereja Bethel Indonesia (GBI) kali ini membawa pesan yang menembus dinding-dinding gereja bahwa keselamatan yang dibawa Kristus harus mendarat nyata di meja makan keluarga dan tanah yang kita pijak.
Dengan tema “Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga”, acara ini menjadi sebuah refleksi mendalam tentang betapa rapuhnya fondasi kehidupan jika kasih tak lagi bertahta di rumah, dan betapa merintihnya alam akibat ulah manusia.
Baca juga: Natal Peradi RBA Jakarta Timur 2025, Perjuangkan Kasih, Kebenaran, dan Keadilan dalam Terang Kristus
Keluarga, Mimbar Pelayanan yang Sesungguhnya
Ibadah diawali dengan pesan tajam namun menyejukkan dari Ps. Pujo. Mengambil fragmen dari Injil Matius 1:21, ia membawa jemaat kembali ke dapur sejarah: kisah Yusuf dan Maria. Di sana, keselamatan tidak lahir di istana, melainkan di tengah kemelut keluarga kecil yang taat.
“Keluarga adalah fondasi pelayanan,” tegas Ps. Pujo. Ia memberikan peringatan keras bagi para aktivis gereja yang mungkin kehilangan arah.
“Banyak hamba Tuhan sibuk melayani di luar, tetapi Tuhan tidak hadir di rumah mereka. Jangan sampai kita fasih mengonseling jemaat, namun pasangan dan anak-anak di rumah justru kehausan perhatian,” tambahnya.
Baca juga: Hadirnya Terang di Sembilan Kota, Panitia Natal Nasional 2025 Memperkuat Fondasi Keluarga Indonesia
Senada dengan itu, Ketua Umum BPP GBI, Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham, M.Th., menyuntikkan semangat melalui pesan yang praktis dan hangat.
“Happy wife, happy life,” ujarnya disambut tawa dan tepuk tangan jemaat.
Baginya, keharmonisan suami-istri bukan sekadar pelengkap, melainkan mesin utama dari pelayanan yang berdampak.
Baca juga: Hangat! Kehadiran Dua Menteri dan Hashim Djojohadikusumo Warnai Suksesnya Natal Tiberias 2025 di GBK
Luka di Tarutung dan Peringatan Ekologi
Namun, Natal tahun ini juga dibalut dengan duka yang mendalam. Di atas mimbar, Pdt. Rubin membagikan kisahnya saat menembus wilayah bencana di Sumatera Utara.
Ia menceritakan bagaimana akses ke Tarutung terputus, hingga akhirnya helikopter BNPB menjadi satu-satunya harapan untuk mengirim logistik ke Sibolga.
Ada nada getir saat ia menggambarkan kondisi alam yang ia lihat. “Ini adalah bencana ekologi,” tuturnya. Banjir bandang yang membawa lumpur dan gelondongan kayu dengan cap perusahaan masih menempel menjadi bukti nyata keserakahan manusia.
“Kerusakan lingkungan akan menyisakan penderitaan bagi cucu-cucu kita. Mari mulai dari hal sederhana: kurangi plastik,” ajak Rubin.
Pesan ini menegaskan menjadi pengikut Kristus berarti juga menjadi penjaga ciptaan-Nya.
Komitmen Melampaui Euforia
GBI tidak hanya bicara soal teori. Melalui Tagana GBI, mereka telah bergerak sejak hari pertama bencana di Aceh, Sumbar, dan Sumut. Menariknya, Pdt. Rubin menekankan pentingnya manajemen bantuan yang bijak.
“Kami tidak ingin terjebak dalam euforia membagikan semua bantuan di awal. Kebutuhan terbesar justru hadir beberapa bulan ke depan saat proses pemulihan gereja dan rumah jemaat dimulai,” jelasnya.
Belajar dari bencana likuifaksi di Palu, GBI kini mengedepankan kolaborasi dengan lembaga pembangunan rumah untuk memastikan pemulihan jangka panjang.
Kabar Baik di Tengah Tantangan
Di sela-sela keprihatinan, ada rasa syukur yang membuncah. Pdt. Rubin mengabarkan perkembangan pembangunan Museum GBI serta pencapaian akademis Seminari Bethel Petamburan yang kini memiliki dua guru besar baru.
Kehadiran para dewan pendiri yang terus mendoakan gereja menjadi pengingat bahwa penyertaan Tuhan tetap setia melintasi generasi.
Perayaan Natal ini ditutup dengan sebuah kesadaran baru bahwa Allah hadir bukan hanya di altar yang megah, tetapi di dalam kejujuran seorang suami kepada istrinya, ketaatan orang tua kepada anak-anaknya, serta tangan yang terulur untuk menjaga kelestarian bumi dan menolong sesama yang tertimpa musibah.(*)

















