Pertama kali Perempuan Pimpin PGI

Pertama kali Perempuan Pimpin PGI
Pdt Dr Henriette T Lebang (Kanan) dan Pdt Gomar Gultom MTh

Sidang Raya XVI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang diselenggarakan di Nias pada 11-16 November 2014, telah memilih dan menetapkan stuktur Majelis Pelaksana Harian (MPH) PGI masa bakti 2014 – 2019, dengan Ketua Umum PGI yang baru Pdt DR Henriette Tabita Lebang dan Sekretaris Umum Pdt Gomar Gultom MTh yang akan memimpin perahu oikumene gereja-gereja di Indonesia lima tahun ke depan.

Henriette merupakan perwakilan dari Gereja Toraja dan Gomar Gultom dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Hasil pemilihan ketua umum PGI yang baru ini menjadikan Henriette sebagai ketua umum perempuan pertama dalam sejarah kepemimpinan PGI yang sebelumnya dipimpin oleh Pdt Dr Andreas Yewangoe.


Pun, dengan terpilihnya Henriette, Jumat (14/11), PGI memasuki era baru di mana untuk pertama kalinya selama 64 tahun, seorang teolog perempuan memimpin organisasi PGI.

Diharapkan dengan kepemimpinan perempuan di PGI ini gerakan oikumene dinilai akan mendapat nuansa baru dengan sentuhan feminisnya.

Seperti diberitakan Henriette, mengungguli calon ketua lainnya seperti Pdt Richard Daulay, Pdt John Ruhulessin, Pdt Albertus Patti dan Pdt Langsung Sitorus.


Sidang Raya XVI PGI kali ini mengusung tema “Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera Raya (Mazmur 71:20b).” dan subtema, “Dalam Solidaritas Dengan Sesama Anak Bangsa Kita Tetap Mengamalkan Nilai-nilai Pancasila Guna Menanggulangi Kemiskinan, Ketidakadilan, Radikalisme, dan Perusakan Lingkungan.”

Seperti dilansir dari siaran pers PGI, dalam hubungannya dengan negara, maka gereja-gereja di Indonesia kembali menegaskan posisi dan perannya sebagai mitra kritis pemerintah. Kritis di sini tidak berarti “hanya mengkritik”, tetapi merupakan bagian dari kontribusi positif gereja-gereja di Indonesia bagi pembangunan bangsa.

PGI sebagai wadah oikumene gereja-gereja di Indonesia akan terus mendukung dan mendorong pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menegakan keadilan, menangani masalah kemiskinan, radikalisme, dan kerusakan lingkungan dengan program-program partisipatif dan solutif.


Secara khusus, semangat Nias Bangkit dalam menghadapi tsunami mendorong gereja-gereja untuk keluar dari tehom atau samudera raya, bukan saja dalam pengertian bencana alam, tetapi juga samudera raya keserakahan dalam bidang ekonomi yang mengakibatkan kemiskinan, ketidakadilan, dan radikalisme.***

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.