HIDUP ITU MENGUNYAH SEPI

WEINATA SAIRIN
WEINATA SAIRIN

HIDUP ITU MENGUNYAH SEPI

 

pagi bening jatuh dari langit bening
ada aroma surgawi
terasa mengalir
menyinggahi
relung-relung hati
suara azan
belum lagi terdengar
memanggil umat
mendirikan sholat
ada sepi
menggeliat
menggapai
mentari pagi
ada mimpi-mimpi
standar tiada bertepi
mimpi-mimpi konvensional
heroisme masa lalu
tentang teologi
eskatologi
tentang purgatorio
yang dinyanyikan
seorang romo




pagi ini kubangun
lebih pagi dari biasanya
kududuk terpaku diruang tengah
membaca
mengirim pesan
sambil menikmati
peptisol coklat
media masih heboh dengan pinjol
jalan ataturk
reshuffle
selebriti yang kawin siri
pandemi gelombang ketiga
kandidat 2024
sementara lebih 700 an orang kaum pensiunan yang dua tahun berpuasa karena uang pensiun mereka dikunyah
oknum-oknum
takpunya martabat
tetap hidup tenang
menunggu mujizat
( bukan menunggu godot)




di era pandemi
hidup terasa sepi
dan sepi
di zaman covid 19
hidup terasa monoton
tapi hidup model begitu harus tetap dinikmati
cuci tangan, pakai masker, berjemur, minum vitamin, tinggal dirumah
menulis esai, video call, zoom meeting, webinar, main game, cek face book, ibadah pribadi dan komunitas
ya itu semua aktivitas harian
yang nyaris dua tahun mesti di jalani
dengan iman dan kesabaran




namun dalam waktu-waktu terakhir ini
kurasakan hidup
ini mengunyah sepi
Tuhan menganugerahkan kami anak laki-laki dan perempuan
dan dua orang cucu laki-laki dan perempuan
mereka semua bekerja
cucu juga sekolah
maka aku dan istriku yang terus menerus memamah sepi
dirumah
sepi itu terasa getir dan pahit
tetapi bagaimanapun sepi itu mesti dinikmati
dikunyah
ditelan
agar hidup ini berlanjut




selalu ada makna dalam setiap realitas yang kita hadapi
dalam sepi
kita bisa lebih banyak berefleksi
dan introspeksi
dalam sepi kita bisa lebih banyak membaca, menulis
dalam sepi kita sebagai pasutri bisa lebih banyak berdialog, bercanda
dalam sepi kita bisa lebih banyak bersyukur kepada Tuhan, berdoa dan berserah, tunduk pada rencanaNya dan kairosNya
dalam sepi kita makin sadar bahwa kita ini fana
yang bagai rumput sekali waktu akan layu, kering tanpa makna!




Jakarta, Oktober 2021/ pk.3.50
Weinata Sairin

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.