Bagi calon legislatif dari DPR RI No urut 2 (dua) Daerah Pemilihan Jakarta Timur dari Partai GERINDRA (Gerakan Indonesia Raya), dr Batara Imanuel Sirait SpOG, terjun dan berjuang ke dunia politik yang penuh dinamika, bukanlah hal yang asing.
Pasalnya, Batara, demikian dia akrab disapa, ketika dia menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran UKI ini, telah digodok bersama-sama aktivis mahasiswa lainnya dan seluruh komponen masyarakat untuk memperjuangkan hak berpendapat dan berserikat dan berkumpul seperti yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45), hingga rezim orde baru yang terkenal otoriter itu tumbang pada tahun 1998.
Perjuangan itu terus dilakukannya hingga kini. Ditengah-tengah kesibukannya menjadi dokter di berbagai rumah sakit, antara lain, di Siloam Hospital, dia masih menyempatkan diri untuk membantu masyarakat yang termarginal dalam hal kesehatan melalui Kesehatan Indonesia Raya (KESIRA), suatu Badan di DPP Partai GERINDRA yang fokus mengurus kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia. Disinilah, Batara yang dipercayakan menjadi Sekretaris Umum KESIRA.
Bersama kader, simpatisan Partai GERINDRA dan seluruh komponen masyarakat lainnya, sejak tahun 2010, KESIRA telah turun ke-24 propinsi di Indonesia untuk menyadarkan dan mengadvokasi masyarakat akan hak-hak kesehatannya sebagai warga negara seperti yang dijamin oleh UUD’45 dan undang-undang.
“Jadi tugas kemanusiaan ini telah kami lakukan jauh hari sebelum pemilu 2014,” jelas dia.
Pengalaman sebagai dokter selama delapan tahun menyadarkannya betapa penting pelayanan bagi masyarakat miskin.
Ketika bekerja di RSUD Kota Bekasi, dia melihat bahwa masih banyak masyarakat sebagai penerima layanan dan petugas medis sebagai pemberi layanan yang sangat membutuhkan perhatian serius pemerintah.
Negara belum sepenuhnya hadir memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, terlebih khusus dalam bidang kesehatan .
Semestinya, menurut Batara, masyarakat miskin boleh berobat gratis di rumah sakit milik negara.
Namun, kenyataannya tidak berjalan dengan semestinya. Ini tergambar dalam hal pendistribusian kartu pelayanan kesehatan dimana masih saja belum tepat sasaran.
Banyak masyarakat miskin yang tidak dapat mengakses layanan kesehatan.
Sementara, temuan KESIRA di lapangan, ada masyarakat yang mampu dan mandiri secara ekonomi justru mendapatkan layanan kesehatan gratis tersebut.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diluncurkan pada awal Januari 2014 pun tidak luput dari pantauan KESIRA, dengan memastikan bahwa masyarakat miskin juga berhak mendapatkan akses layananan kesehatan mulai dari tingkat primer di Puskesmas, tingkat sekunder di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) dan tingkat tersier di RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat).
Pengamatan Batara, masih ada masyarakat miskin ketika tidak memiliki akses layanan kesehatan justru akan menahan sakitnya dan berujung tragis kepada kematian, daripada dia harus ke rumah sakit dengan harga yang mahal.
Bahkan, Batara seringkali mendapatkan laporan mulai dari tingkatan RT/RW yang mengatakan, “Dok, disana ada masyarakat yang sakit namun tidak punya uang.”
Mendengar itu, dia tidak tinggal diam. Bersama Tim KESIRA dia mendatangi orang tersebut dan menanyakan masalahnya.
Setelah itu, kita bantu mengurusnya sampai memiliki kartu dan mengantarkannya dengan ambulans ke rumah sakit terdekat. Kita pastikan juga agar mereka mendapatkan layanan di UGD sampai dirawat.
“Puji Tuhan, selama KESIRA bergerak sudah puluhan ribu masyarakat miskin yang mendapatkan bantuan,” ucap dia.
“Jika melihat negeri kita yang berlimpah akan sumber kekayaan alam, maka saya melihat upaya negara untuk meng-cover seluruh kesehatan masyarakat belum optimal,” tambah dia.
Menurut Batara, semua yang diperjuangkan diatas akan menuju ke arah yang lebih baik lagi melalui perubahan regulasi-regulasi yang dilakukan dengan pendekatan politik.
Karena itu, semua tidak bisa dilakukan jika dirinya berdiam diri dibalik atau dibelakang bangku praktek dokter.
Oleh karena itu, kita harus merelakan diri untuk masuk dalam sistem politik demokrasi melalui partai politik sebagai bagian dari infrastruktur politik di Indonesia.
“Saya pun akhirnya berlabuh ke Partai GERINDRA,” ujar dia.
Bangga dengan RS HKBP Balige
Batara pernah melayani masyarakat Balige, Sumatera Utara, manakala dia bertugas sebagai dokter di Rumah Sakit (RS) HKBP Balige yang pasiennya banyak berasal dari, antara lain, Parlilitan, Samosir dan Pakat.
Ia salut dengan pengelolaan rumah sakit yang begitu baik mulai dari transparansi keuangan dan menghadirkan dokter-dokter yang profesional sehingga dipercaya oleh masyarakat dari berbagai suku dan agama di daerah itu.
“Ini contoh baik yang bisa diduplikasi dan replikasi menjadi unit-unit yang lebih kecil dan menjadi satelit-satelit bagi rumah sakit HKBP,” kata dia, “RS HKBP ini bisa menjadi pusat layanan sekunder, tapi layanan primernya mungkin bisa dilakukan di pos klinik-klinik yang dibangun di gereja-gereja HKBP dan sekitarnya.”
Artinya, lanjut Batara, selama pasien bisa ditangani di pos klinik gereja HKBP maka tidak perlu lagi dirujuk ke RS HKBP Balige. Jadi, sistem rujukan ini perlu dikembangkan demi efektivitas dan efisiensi.
Batara yakin, HKBP sebagai ormas keagamaan terbesar ketiga setelah Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah ini, mampu memaksimalkan potensial yang ada saat ini.
Suatu ketika, Batara pernah diundang untuk ceramah tentang kesehatan dalam acara parheheon ina HKBP.
Ternyata masih banyak ina (ibu) yang belum melek akan pentingnya cek kesehatan rutin setiap tahunnya oleh karena memang tidak ada yang memberitahukannya.
“Program pendidikan kesehatan itu akan efektif dan efisien jika dapat terintegrasi juga oleh pendeta dalam kotbahnya,” ujar mantan pengurus NHKBP Kebayoran Lama, Jakarta ini.
Lebih jauh Batara menjelaskan gereja HKBP juga dapat berperan menyadarkan kesehatan melalui kebaktian pada tingkatan Wijk HKBP.
Misalnya, dalam kebaktian itu, selain diberikan pendalaman Alkitab, juga diberikan pentingnya kesehatan.
Dengan melakukan sosialisasi health prevention atau pencegahan penyakit kepada para jemaat, maka gereja secara tidak langsung juga sudah menolong banyak sekali jemaat agar terhindar dari penyakit.
Dalam mengukir perjalanan hidupnya, Batara selalu ingat akan ajaran ayahanda tercinta, Sabam Sirait, tokoh politik senior yang turut mendirikan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), agar selalu memperjuangkan demokratisasi di Indonesia.
“Ayah kami tak jemu-jemu mengingatkan anak-anaknya, antara lain, untuk jangan putus asa dalam hidup, jangan putus asa dalam memperjuangkan demokratisasi dan jangan putus asa memperjuangkan hak-hak minoritas,” kata dia, “Ketika kata-kata itu dikatakan berulang-ulang kini telah menjadi bagian dalam kehidupan kami dan termanifestasi ketika kami melakukannya.”
Ketika Batara nanti berhasil menduduki kursi di DPR RI, maka dia akan bekerja sekuat-kuatnya mensejahterakan banyak orang melalui tiga fungsi utama di DPR, yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan.
Diantaranya dia akan mengawasi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan betul-betul bersifat umum yang memperhatikan kemajemukan dan kebhinekaan di Indonesia.
“Jadi tidak boleh ada undang-undang diskriminatif yang menguntungkan hanya ras, agama dan suku tertentu saja,” tandas dia.
Be the first to comment