Jelang Sinode Godang Ke-67, HKBP Butuh Tim Pendamping Urus IMB Gereja

sinode godang hkbp 2024
Ir. Tigor Tampubolon

OnlineKristen.com – Sinode Godang ke-67 Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada tanggal 2-8 Desember 2024, menjadi peristiwa penting dalam sejarah gereja terbesar di Indonesia ini. Agenda utama sinode adalah menyusun kebijakan strategis untuk memperkuat pelayanan dan memilih pimpinan tertinggi gereja. 

Namun, dibalik kemeriahan agenda, berbagai tantangan mengemuka, termasuk perjuangan jemaat seperti HKBP Grand Wisata Bekasi dalam memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB) gereja.

Ketua Parartaon Jemaat HKBP Grand Wisata, Ir Tigor Tampubolon, juga pernah menjadi Ketua Panitia Pembangunan HKBP Filadelfia Bekasi yang gerejanya dulu sering didemo berjilid-jilid oleh ormas radikal Islam, memberikan perspektif tajam dan kritis terhadap sistem yang ada.

Ia menggarisbawahi pentingnya reformasi sistemik agar HKBP dapat lebih responsif terhadap kebutuhan jemaat dan tantangan zaman.


Tantangan Perizinan Gereja

Pendirian rumah ibadah sering menghadapi hambatan, terutama di wilayah dengan dinamika toleransi yang kompleks. Tigor Tampubolon membandingkan pendekatan HKBP dengan Gereja Katolik yang dinilainya lebih sistematis.

“Gereja Katolik mempersiapkan semuanya dengan matang, dari lahan yang luas hingga pendekatan sosial. Mereka memastikan bahwa masyarakat menerima kehadiran gereja melalui dialog dan kerja sama dengan tokoh setempat,” ungkap Tigor ketika diwawancarai oleh SIB, di Bekasi, Senin (25/11/2024).

Sebaliknya, ia menilai HKBP seringkali hanya mengandalkan semangat jemaat tanpa dukungan strategis dari pusat. Akibatnya, banyak gereja HKBP berada di lokasi yang kurang memadai, bahkan sekadar menyewa ruko kecil. 

“HKBP itu seperti jamur yang tumbuh liar, sementara Gereja Katolik seperti tanaman anggur, yang dirawat sejak awal hingga matang,” tambahnya.


Tim Pendampingan untuk IMB

Tigor menyarankan agar HKBP membentuk tim khusus di tingkat distrik untuk menangani perizinan gereja. “Tim ini tidak hanya bertugas mengurus dokumen administratif, tetapi juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pendekatan budaya dan hubungan baik dengan masyarakat lokal menjadi kunci keberhasilan,” tegasnya.

Ia mencontohkan pengalaman HKBP Grand Wisata yang membangun hubungan erat dengan masyarakat sekitar, termasuk Banser dan pengurus masjid. Dukungan sosial ini, menurut Tigor, memainkan peran penting dalam mendapatkan rekomendasi IMB.

“Persahabatan yang tulus membuat masyarakat melihat kami sebagai bagian dari mereka. Saat hubungan sudah cair, mereka mendukung tanpa paksaan,” katanya, seraya menceritakan bahwa panitia Natal bahkan sering mengadakan rapat di rumah tokoh Muslim setempat.


Kritik terhadap Sentralisasi Keuangan HKBP

Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah sentralisasi keuangan HKBP. Sentralisasi ini bertujuan menstabilkan kesejahteraan pelayan gereja, tetapi menurut Tigor, ada dampak negatifnya.

“Ketika pelayan mendapatkan penghasilan tetap yang terjamin, risiko berkurangnya dedikasi spiritual meningkat. Ketergantungan kepada Tuhan bisa melemah, karena kebutuhan mereka sudah terpenuhi tanpa melibatkan jemaat,” ujarnya.

Tigor mengingatkan bahwa pelayanan seharusnya berorientasi pada pemberdayaan jemaat, khususnya mereka yang kurang mampu atau membutuhkan bantuan pendidikan. Ia berharap agar kepemimpinan baru HKBP dapat lebih memprioritaskan pelayanan yang menyentuh kehidupan jemaat secara langsung.


Sistem Pemilihan Ephorus Dinilai Boros

Sinode Godang HKBP melibatkan ribuan peserta dari berbagai wilayah, yang menimbulkan biaya besar untuk perjalanan dan akomodasi. Menurut Tigor, anggaran tersebut dapat digunakan untuk hal yang lebih produktif.

“Jika setiap peserta menghabiskan biaya 15 juta rupiah, dengan seribu peserta, totalnya mencapai 15 miliar rupiah. Jumlah itu cukup untuk membangun belasan gereja baru di daerah terpencil,” jelasnya.

Ia mengusulkan agar proses pemilihan dilakukan di tingkat distrik secara serentak, sehingga biaya dan waktu dapat dihemat. Tigor juga menyarankan HKBP untuk belajar dari Gereja Katolik yang memiliki sistem pemilihan paus sederhana namun efektif.


Meski penuh kritik, Tigor menekankan HKBP memiliki potensi besar untuk bangkit jika berani melakukan reformasi sistem. “Pemimpin yang baik saja tidak cukup. Sistem yang baik adalah pondasi untuk keberhasilan jangka panjang,” tegasnya.

Ia mengajak HKBP untuk meninggalkan pola lama yang birokratis dan beralih ke sistem yang lebih berorientasi pada prinsip pelayanan ilahi. Dengan demikian, HKBP dapat menjawab tantangan zaman dan memperkuat keberadaannya di tengah masyarakat.(*)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.