Home / NASIONAL / LBH YGNA Laporkan Kapolsek Cidahu, Kapolres Sukabumi, dan Kapolda Jabar ke Propam Polri Terkait Pembubaran Retreat Anak Kristen

LBH YGNA Laporkan Kapolsek Cidahu, Kapolres Sukabumi, dan Kapolda Jabar ke Propam Polri Terkait Pembubaran Retreat Anak Kristen

Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Galaruwa Nusantara Abadi (LBH YGNA)

OnlineKristen.com – Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Galaruwa Nusantara Abadi (LBH YGNA) secara resmi melaporkan Kapolsek Cidahu AKP Endang Slamet, Kapolres Sukabumi AKBP Dr. Samian, S.H., S.I.K., M.Si., dan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol. Rudi Setiawan, S.I.K., S.H., M.H. kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 17 Juli 2025. Laporkan ini disampaikan langsung oleh Ketua LBH YGNA, Ir. Santiamer Silalahi.

Laporan ini menyusul insiden pembubaran paksa acara retreat anak-anak Kristen berusia 10-14 tahun di Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat, 27 Juni 2025.

Dalam siaran persnya, LBH YGNA mengungkapkan kronologi kejadian yang memilukan tersebut.

Berawal pada 26 Juni 2025 sore, rombongan anak-anak Kristen dari Jakarta dan sekitarnya tiba di sebuah villa di Desa Cidahu untuk mengisi liburan sekolah dengan kegiatan retreat.


Baca juga: Kasus Pembubaran Retret Pelajar Kristen Memanas, Kapolsek Cidahu Dilaporkan atas Dugaan Provokasi

vila retret anak di cidahu
Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Galaruwa Nusantara Abadi (LBH YGNA) mendatangi Vila Cidahu, Jawa Barat, 16 Juli 2025.

Villa yang dihuni oleh keluarga Yongki ini sering disewakan untuk berbagai kegiatan positif, dan pemiliknya memiliki hubungan baik dengan pengurus masjid s

erta karang taruna setempat, bahkan selalu memberitahukan kepala desa jika ada acara.

Keesokan harinya, 27 Juni 2025, Yongki merekam acara pembukaan retreat dan mengirimkannya kepada Ketua RT setempat.

Namun, tak lama kemudian, sekelompok massa berjumlah sekitar 15 orang mulai berteriak dan memaksa masuk ke area villa.

Polisi sempat datang untuk melakukan mediasi, dan massa berhasil ditenangkan. Namun, sekitar pukul 13.30 WIB, ratusan massa datang kembali, memaksa masuk dan mengobrak-abrik bangunan.


Baca juga: Satu Dekade Dualisme GKSI Berakhir Damai, Nomor 64 dan Anggur Baru

Polisi dilaporkan kewalahan menghadapi massa yang beringas. Massa bahkan masuk ke ruangan doa di lantai dua, merobek poster Tuhan Yesus, mencopot dan membuang salib kecil, serta menurunkan paksa salib besar dari kayu.

Salib besar tersebut kemudian digunakan untuk menghancurkan jendela kamar-kamar di lantai satu dan dua, diarak ke luar bangunan, dibanting, dipatahkan, dan diinjak-injak, disaksikan dengan tawa sukacita oleh seorang ibu.

Sangat disayangkan, Kapolsek Cidahu AKP Endang Slamet, yang tiba di lokasi, disebut melontarkan kalimat diskriminatif dengan menyatakan bahwa “menurut undang-undang wilayah Cidahu diperuntukkan hanya untuk yang beragama Islam.”

Selain itu, pernyataan yang dibacakan atas nama Forkopimcam, Tokoh Agama, MUI setempat, dan Tokoh Pemuda setempat justru menghimbau agar pelaku perusakan tidak diproses hukum dan cukup diselesaikan secara musyawarah.


Baca juga: 75 Tahun Merajut Asa, Perjalanan MPK dalam Membentuk Generasi Berkarakter

Wedy, selaku pimpinan rombongan retreat, telah melaporkan perusakan pagar dan bangunan kepada Polres Kabupaten Sukabumi.

Namun, LBH YGNA menyoroti bahwa Polres hanya menetapkan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas perusakan pagar dan bangunan, tanpa mendalami tindak pidana perusakan simbol-simbol keagamaan (salib dan poster Tuhan Yesus).

“Padahal, pelanggaran hukum tersebut merupakan delik biasa yang wajib ditindaklanjuti polisi secara proaktif,” tegas Santiamer Sihaloho.

Dalam pandangan LBH YGNA, peristiwa di Cidahu ini bukan insiden biasa, melainkan peristiwa nasional.


Baca juga: Duc In Altum, MPK Indonesia Perkuat Transformasi Pendidikan Kristen dengan 20 Pengurus Baru

“Hal ini dikarenakan kejadian tersebut terjadi setelah sholat Jumat, menargetkan kelompok suku bangsa dan agama lain di luar Islam, dan adanya pembenaran tindakan intoleransi serta persekusi berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 9/8 tahun 2006,” jelas Santiamer.

LBH YGNA menduga bahwa perlakuan intoleransi dan persekusi terhadap umat Kristen dan agama lain berakar pada kekecewaan tokoh-tokoh Islam terkait penolakan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan penghapusan tujuh kata dari pembukaan UUD 1945.

“Kami juga menduga adanya upaya tokoh-tokoh Islam untuk mempertahankan frasa 90% rakyat Indonesia beragama Islam, yang dapat menyulut semangat intoleransi dan persekusi,” ujarnya.

“Oleh karena itu, LBH YGNA melaporkan Kapolsek Cidahu, Kapolres Sukabumi, dan Kapolda Jawa Barat ke Propam Polri karena diduga tidak cakap dalam mengantisipasi dan menangani perilaku melawan hukum, serta mengeluarkan pernyataan diskriminatif,” pungkas Santiamer.


Baca juga: Puncak HUT Ke-75, PGI Gelar Harmony Fest dan Ibadah Syukur dengan Semangat Kebersamaan dan Kepedulian Sosial

Selain itu, polisi juga dinilai tidak berniat mendalami tindak pidana perusakan simbol-simbol agama Kristen dan kekerasan terhadap anak-anak.

LBH YGNA juga akan segera melaporkan dugaan penistaan agama (Pasal 156 KUHP) dan tindak kekerasan terhadap anak-anak (Pasal 76c dan 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

Laporan ini disampaikan dengan harapan Propam Polri dapat mengambil tindakan tegas terhadap aparat kepolisian yang disebutkan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses