Bertempat di Senayan City, Tiberias Hall, Jakarta, digelar ‘Blue Fire Praise Concert’ dengan menghadirkan Praise Band El Shaddai Australia dan Eunike Debora (World Champion of Instrumentalist 2015) pada hari Senin Malam, 15 Februari 2016.
Blue Fire Praise Concert kala itu mengambil tema “Arise End Time Generation” (Yesaya 42:10-13).
Director of El Shaddai International School, DR Chitra Effendi, mengatakan visi Blue Fire merupakan suatu panggilan untuk generasi akhir zaman untuk menemukan dan memenuhi tujuan yang diberikan Tuhan melalui keintiman dalam pujian dan penyembahan.
“Ini merupakan pemulihan Pondok Daud (hadirat Tuhan melalui pujian dan penyembahan), mempersiapkan jalan bagi Tuhan yang tidak hanya secara individual tetapi secara kelompok dalam tubuh Kristus bagi generasi akhir zaman sebelum kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Tuhan bertahta di atas pujian umat-Nya,” kata DR Chitra Effendi.
Chitra mengutip Yesaya 42: 10-13 yang mengatakan, “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN dan pujilah Dia dari ujung bumi! Baiklah laut bergemuruh serta segala isinya dan pulau-pulau dengan segala penduduknya. Baiklah padang gurun menyaringkan suara dengan kota-kotanya dan dengan desa-desa yang didiami Kedar! Baiklah bersorak-sorai penduduk Bukit Batu, baiklah mereka berseru-seru dari puncak gunung-gunung! Baiklah mereka memberi penghormatan kepada TUHAN, dan memberitakan pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau. TUHAN keluar berperang seperti pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitkan semangat-Nya untuk bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia membuktikan kepahlawanan-Nya.”
“Hadirat-NYA membawa perubahan pada tujuan hidup, karena banyak orang tidak mnegetahui mengapa mereka hidup di bumi ini, apakah arti tujuan hidup mereka di bumi yang menjadi takdir mereka,” ujar dia.
Lebih lanjut Chitra menjelaskan keintiman dan mengalami hadirat-Nya, membawa Surga turun ke bumi melalui pujian dan penyembahan yang akan membawa kita kepada tujuan untuk belajar mendengar suara-Nya dan diarahkan oleh-Nya sepanjang hidup.
Keintiman dengan Tuhan, tambah dia, adalah suatu ekspresi cinta dan bisa melakukan itu karena “Kita mengasihi Dia, karena Dia terlebih dulu mengasihi kita.” (1 Yohanes 4:19).
“Kami tidak diciptakan di bumi oleh Tuhan hanya untuk menjadi manusia yang hidup dalam rutinitas, seperti lahir, pergi ke sekolah, bekerja, menikah, punya anak, dan mati,” tegas dia.
Menurut Chitra, Tuhan menciptakan kita untuk sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri; untuk tujuan-Nya yaitu panggilan dan rencana-NYA untuk hidup.
DIA memiliki suatu tujuan pilihan-NYA untuk semua orang, termasuk siapa orang yang harus kita nikahi, karena keduanya harus menjadi satu visi untuk tujuan melayani rencana-Nya yang menjadi tujuan kita.
“Kita harus menemukan tujuan Tuhan untuk memenuhi rencana hidup di bumi ini,” kata dia.
“Kita harus membuat dampak besar di dunia, termasuk tujuh gunung kehidupan yaitu di keluarga, gereja, pemerintah, ekonomi, pendidikan, media, dan seni.”
Masalahnya, lanjut dia, banyak orang diajarkan untuk hidup secara duniawi, yaitu hanya hidup untuk dirinya sendiri yakni: saya, diri sendiri, dan aku, yang pada akhirnya akan membawa kebinasaan, sebab ini adalah ke-egoisan.
Kita diciptakan untuk hidup bagi Tuhan dan menjadi berkat bukan untuk diri sendiri. Namun pada saat menanggalkan fokus pada diri sendiri dan beralih fokus kepada-Nya, maka kita akan diberkati.
Kita telah dibeli dengan harga yang mahal, jadi bukan lagi milik sendiri, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Korintus 6: 19-20).
Menurut Chitra, tujuan hidup begitu penting. Sebagai contoh jika burung diciptakan untuk terbang bagaimana ia bisa menjadi ikan? Ini tidak akan berhasil dan terpenuhi dalam maksudnya.
Sama halnya dengan manusia. Jika kita diciptakan untuk menjadi penyembah yang Ilahi namun ingin menjadi politisi, maka kita akan bergumul.
Apa yang dimaksud dengan restorasi Pondok Daud? Pondok (tabernakel) adalah tempat dimana ada hadirat Tuhan. Daud, adalah seorang yang mengejar hatinya Tuhan. Dia memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan yang membawanya sampai kepada tujuan-Nya sebagai raja.
Dalam 33 tahun pemerintahannya sebagai Raja di Yerusalem, Daud memiliki musisi dan para penyembah penuh waktu 24/7 untuk melayani hadirat Tuhan dan tidak ada invasi dan penyembahan berhala di Yerusalem selama pemerintahan-Nya.
Restorasi pondok Daud ini adalah gerakan generasi akhir zaman yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan.
Ini terjadi melalui keintiman kita dengan Yesus dalam pujian dan penyembahan kepada Tuhan, menghubungkan surga dengan bumi, surga terbuka dan membiarkan Tuhan meresponi kembali dengan lagu-lagu surgawi dan nubuatan, maka hasilnya adalah suatu ledakan dan perubahan hidup, membawa berkat berkat surgawi turun seperti mujizat, tanda-tanda heran dan ajaib, kesembuhan, pemulihan, kemenangan, terobosan, nubuatan, keselamatan, perubahan atmosfir, dan segala kebaikannya Tuhan termasuk tujuan Tuhan.
Mengapa Blue Fire (Api Biru)? Menurut Chitra, ‘Api Biru’ adalah bagian api terbaik yang terpanas dan paling intens.
Ini ada di dalam hubungan intensitas kita dengan mengarahkan mata kepada-Nya yang memberikan hidup sepenuhnya, membawa lebih dalam pewahyuan dan hikmat Tuhan akan dinyatakan untuk memenuhi destini Tuhan serta berhasil dalam hidup.
Dihadirat-Nya yang terus-menerus kita dibawa ke tingkat baru dari pemurnian dan penyucian untuk berdampak pada dunia dan menjadi generasi akhir zaman pembawa ‘Api Biru’.
Ketika berjumpa dengan Tuhan, kata dia, maka kita bisa membawa dampak buat dunia untuk membawa kasih-Nya dalam tujuan individual.
Ada Surga yang terbuka dihadirat-Nya dan setiap hal baik terjadi di dalam Surga terbuka.
“Mari kita sambut Blue Fire ini dan mengizinkan DIA untuk membakarnya kuat dalam hati kita. Semoga kita benar-benar dikenal sebagai orang yang DIA buat menjadi pelayan-NYA – kobaran api-NYA.” (Mazmur 104: 4).
“Kita sebagai generasi akhir zaman seharusnya menjadi pembawa Api Biru,” tandas dia.
(VICTOR)
Be the first to comment