ONLINEKRISTEN.COM, JAKARTA – Seorang pendeta semestinya memberikan pengajaran dan teladan yang baik di gereja, keluarga, dan masyarakat. Namun, apa jadinya jika ada hamba Tuhan, berinisial TU, ini justru menggunakan kependetaannya untuk memenuhi hasrat dan kepentingan pribadinya. Parahnya lagi hasrat dan kepentingan pribadi itu semata-mata karena materi harta dan hasrat seksual.
Hal ini dialami secara nyata oleh perempuan berinisial SS. Mendapatkan pendamping hidup seorang pendeta, yakni TU, yang kelak bisa mengayomi, malah justru sebaliknya kegetiran yang didapat.
Ketika dijumpai awak media di rumah kediamannya di kawasan perumahan Jakarta Barat, Sabtu, 6 Mei 2017, SS menuturkan kisah ini berawal dari perkenalan dirinya dengan TU ketika sama-sama mengikuti pelayanan penjara kurang lebih setahun.
Sejak awal memang SS punya misi dalam kehidupannya untuk membantu sesama yang membutuhkan dalam bentuk kegiatan pelayanan dan aksi sosial. SS aktif dalam kegiatan-kegiatan amal, bahkan ikut mencarikan donatur dan sponsor.
SS dan TU juga ikut masuk dalam group Whatsapp (WA) khusus bagi kaum muda yang aktif melayani dari berbagai interdenominasi gereja.
Menurut SS, TU tertarik melakukan pendekatan kepada dirinya manakala SS acapkali ringan tangan dalam mencarikan donasi dan sponsor untuk kegiatan sosial.
Kisah berlanjut dimana TU mendekati dan menjalin hubungan dekat dengan SS. TU pernah mengungkapkan perasaannya agar SS tidak sekedar jadi pacarnya namun juga istrinya kelak.
TU pun mulai mengunjungi rumah SS yang berada di kawasan perumahan elit Jakarta Barat. Karena SS tinggal sendirian di rumah, ia melarang TU yang notabene pendeta seringkali mengunjungi rumahnya.
SS menyarankan agar ketemuan di luar rumah, entah di mall atau tempat lainnya. Namun TU sepertinya tidak menggubrisnya. Malah TU tetap intens mengunjungi SS di rumahnya.
Beberapa bulan menjalin hubungan, mereka sempat melakukan hubungan intim yang berujung pada kehamilan SS.
Mengetahui dirinya hamil, SS meminta pertanggungjawaban kepada TU. Tak dinyana, TU mengelak untuk segera menikahinya.
TU juga sempat menyarankan memeriksa kondisi kesehatan janin SS kepada kakaknya yang kebetulan berprofesi sebagai seorang dokter.
SS menuruti saran TU. Ia pun segera mendatangi kakak TU. Kaget bukan main SS setelah diperiksa, hasil diagnosa bayi dikandungannya kemungkinan akan alami cacat fisik. Karenanya, kakak TU menyarankan SS menggugurkan kandungannya.
“Untung saya tidak percaya begitu saja hasil diagnosa itu. Pun, saya siap kok membesarkan anak kalaupun lahir dalam keadaan cacat,” tegas dia.
Tak puas dengan hasil diagnosa tersebut, SS mendatangi dokter kandungan lainnya sebagai pembanding. Dan hasilnya ternyata berbeda jauh dengan hasil diagnosa sebelumnya. Ternyata bayi dalam kandungannya dalam keadaan baik.
Terkait pernikahan, setelah didesak berkali-kali meminta pertanggungjawaban atas kehamilan SS yang semakin membesar, TU akhirnya bersedia menikahi SS.
TU dan SS dinikahkan oleh pendeta asal Surabaya yang merupakan teman dari orangtua TU, yang juga seorang pendeta dan Gembala Sidang GPdI di Jakarta Utara. Semua biaya pernikahan ditanggung oleh SS. Bahkan, bulan madu ke luar negeri pun SS yang tanggulangi.
Dalam proses pernikahan tersebut , SS merasa ada keganjilan. Pernikahan di gereja tersebut tidak diikuti dengan nikah sipil sebagaimana lazimnya.
“Ketika itu, TU dan pihak keluarganya berkelit bahwa pihak KUA sedang sibuk jadi tidak bisa hadir pada saat itu. Namun nanti akan bisa diurus setelah pernikahan di gereja usai,” terang SS.
SS sama sekali tak curiga tatkala mendengar alasan itu apalagi mengingat keluarga besar TU yang hidup sebagai hamba Tuhan.
Usai pernikahan di gereja, TU dan SS bulan madu keluar negeri yang keseluruhan biayanya lagi-lagi ditanggung SS.
Pulang dari bulan madu, SS kembali mempertanyakan akta nikah catatan sipil yang sudah tiga bulan tidak juga selesai.
Ia berinisiatif menanyakan pengurusan akta nikah tersebut kepada temannya yang sudah menikah. Alangkah kagetnya ketika dia mengetahui mengurus akta nikah itu hanya seminggu.
“Loh ini kok sudah tiga bulan akta nikah catatan sipil tidak jadi,” kata SS yang kala itu mulai timbul kecurigaan atas proses pernikahannya.
Belakangan SS mengetahui ada perbincangan antara ayah TU dengan pendeta yang memberkati mereka bahwa dirinya dinikahkan yang kelak diceraikan.
Ketika bergumul atas status pernikahannya yang tak jelas, tiba-tiba ada seorang gadis muda yang berprofesi sebagai dokter yang ingin bertemu dengannya.
Bak gayung bersambut, bertemulah mereka. Gadis inipun menceritakan bahwa dia adalah pacar TU yang ingin meminta uang yang selama ini telah diberikan kepada TU.
Dari situlah SS tersadar bahwa TU menikahi dirinya karena alasan materi. Atas saran tante SS, dibuatlah akta notaris terkait pisah harta antara SS dan TU.
Mendengar SS telah melakukan pisah harta, TU mulai meradang. Dia mencari alasan untuk meninggalkan SS.
“Puncaknya, pada tanggal 1 April 2016 pukul 01.00 dini hari, dia kabur dari rumah saya. Anehnya, dia membawa TV dan perhiasan kado pernikahan kami ke rumah orangtuanya. Kalau ditotal jumlahnya senilai puluhan juta untuk barang-barang tersebut,” kata SS.
“Sesampai di rumah orangtuanya, TU justru membalikkan fakta bahwa dirinya diusir oleh SS,” tambah dia.
Kedua orangtua TU pun tidak tinggal diam. TU dan orangtuanya menghendaki pembuatan surat pembatalan nikah dengan alasan janin dalam kandungannya bukanlah anak TU.
SS tidak tinggal diam juga. SS bahkan menantang TU untuk tes DNA anaknya. “Saya tantang mereka untuk tes DNA namun mereka tidak berani,” kata dia.
Menurut SS, persoalan tersebut akhirnya dia laporkan ke Polda, Komnas HAM Perempuan dan KPAI dengan pasal kejahatan dalam rumah tangga.
Hingga kini, SS tidak ada terbersit sekalipun keinginan untuk bersatu dengan TU setelah mengetahui TU merupakan tipikal lelaki yang tidak punya tanggung jawab dan perilaku yang buruk yaitu suka menggoda perempuan kaya untuk diperas hartanya.
Karena itulah, SS mau menandatangani Surat Pernyataan pembatalan nikah dan putusan hubungan darah antara TU dan anaknya.
“Ketika persoalan ini akhirnya diproses di Polda, TU mengakui bahwa janin yang ada di kandungan saya adalah darah dagingnya. TU juga mengakui bahwa dia kabur dari rumah dengan membawa beberapa barang berharga dan bukan saya usir,” jelas SS.
Belakangan SS mengetahui bahwa sejak lama TU juga menjalin hubungan dengan perempuan kaya demi harta.
“Bahkan saya mendapatkan cerita ketika TU semasa praktek pendeta di Sumenep menjalin hubungan dengan janda kaya setengah tua. Terakhir dia juga menjalin hubungan dengan seorang wanita di Depok. Mirisnya dia punya KTP palsu Depok yang di situ tertera alamat rumah enggak jelas dan pekerjaan di BUMN,” kata SS.
Kini, SS tidak mau tahu lagi tentang TU. Dia merasa bahagia hidup bersama anaknya yang sekarang memasuki usia 7 bulan.
“Saya mau fokus merawat dan membesarkan anak,” kata SS yang hingga kini masih aktif dalam dunia pelayanan sosial.
Melalui pengalamannya, SS berharap tidak ada lagi wanita yang jadi korban TU, yang saat ini bekerja sebagai sopir transportasi online.
(OK-1)
Be the first to comment