Home / GEREJA DAN MINISTRY / Pdt. Imanuel Cs Minta Gubernur DKI Usut Dugaan Pungli Dana BOTI 1,2 Juta Per Tahun

Pdt. Imanuel Cs Minta Gubernur DKI Usut Dugaan Pungli Dana BOTI 1,2 Juta Per Tahun

pungli dana BOTI

OnlineKristen.com – Di tengah riuhnya polemik penyaluran Bantuan Operasional Tempat Ibadah (BOTI) di DKI Jakarta, sebuah sorotan tajam mengemuka yaitu kewenangan verifikasi gereja penerima BOTI. 

Dalam konferensi pers yang digelar oleh Pdt. Imanuel E. Lubis dan rekan-rekannya dari Gereja Pelayanan Kristen Klasis Missio Dei dan Christian Ministry Church (CMC) pada Selasa, 29 Juli 2025, pertanyaan fundamental ini menjadi inti perlawanan mereka terhadap klaim dan praktik yang dilakukan oleh Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) DKI Jakarta, yang diketuai oleh Pdt. RB Rory.

Verifikasi itu ranahnya Bimas Kristen. Ini perlu digarisbawahi, itu melanggar kewenangan,” tegas Pdt. Anton Simanjuntak, salah satu pendeta yang hadir. 


Baca juga: Angin Segar di Balik Kisruh BOTI, Farah Savira Buka Pintu Keadilan bagi GPK Klasis Missio Dei

Senada dengan Pdt. Anton, Pdt. BJ Pulumbara, atau Pdt. Yance, mempertanyakan, “Apa gunanya verifikasi yang dilakukan oleh PGLII DKI itu?” 

Suara-suara ini bukan tanpa dasar. Mereka merujuk pada regulasi yang seharusnya menjadi acuan bahwa verifikasi adalah hak dan tugas Pembimas Kristen yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) bagi gereja, serta sinode masing-masing gereja.

Para pendeta yang merasa terzalimi ini membeberkan serangkaian kejanggalan dalam proses verifikasi yang diklaim dilakukan oleh PGLII DKI. 

Pdt. Imanuel Lubis dengan lugas menyatakan bahwa pemberitaan yang menyebut PGLII DKI melakukan verifikasi pada 20 Juli 2025 adalah “berita tidak benar“. 


Baca juga: Pelarangan Ibadah di Koto Tangah, Padang, PGI: Tidak Bisa Lagi Berpura-pura Hanya Insiden Kecil Akibat Kesalahpahaman

“Tidak ada verifikasi pada tanggal 20 Juli 2005 datang ke ruko ini. Tim verifikasi dari PGLII DKI pun tak ada yang datang. Berarti dia berbohong,” bantahnya.

Lebih mencengangkan, kesaksian dari beberapa pendeta menguatkan dugaan verifikasi fiktif atau tidak profesional. 

Pdt. Gunawan Waldy mengungkapkan bahwa tim verifikasi diminta untuk mengecek langsung, bukan “menebak-nebak“. 

Ia menyayangkan Pdt. Rory sebagai pendeta senior yang justru “memperkeruh masalah sebagai seorang pendeta” alih-alih menjadi teladan.


Baca juga: Merawat Ciptaan Tuhan, Dari HKBP di Jakarta, Seruan Iman Untuk Tutup TPL

Pdt. Tjun Mijn yang diakrab disebut Pdt. Daud Gunawan, bercerita bagaimana tim verifikasi dari PGLII, khususnya Gani Tangat, datang pada jam yang tidak tepat. 

“Dia datang Jam 11, sedangkan daftar jadwal saya jam 4 sore. Ya pasti ya nggak ditemukanlah kalau gereja kami ibadah,” ujarnya, menyiratkan ketidakseriusan tim verifikasi. 

Ia bahkan berani menantang tim verifikasi untuk datang setiap minggu dan “ditongkrongin” untuk membuktikan keberadaan ibadah gerejanya.

Pdt. Jianto pun memiliki pengalaman serupa. Ia menunggu kedatangan tim verifikasi Danny dari jam 7 pagi hingga 9 pagi, namun tidak kunjung datang. 

Anehnya, hasil verifikasi yang keluar justru menyatakan gerejanya tidak ada ibadah. 


Baca juga: Darurat Intoleransi, GMKI Jakarta Melawan! Desak Kemenag Cabut Regulasi Pendirian Rumah Ibadah PBM No.9 dan 8 Tahun 2006

“Padahal tim verifikasi Gani Tangat dari PGLII tidak jadi datang untuk memverifikasi gereja saya,” keluh Pdt. Jianto.

Pdt. Yance menambahkan detail krusial bahwa tim verifikasi yang mengaku datang “tidak langsung naik ke atas untuk melihat atau memeriksa di sini. Dia justru hanya di luar sana.” 

Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana sebuah verifikasi faktual bisa dilakukan tanpa memasuki lokasi yang diverifikasi.

Ditempat yang sama Pdt. Anton Simanjuntak mengatakan bahwa Tim Verifikasi dari PGLII DKI Jakarta tidak pernah datang ke gerejanya.


Baca juga: Gereja, Masyarakat, dan Aktivis Bersatu dalam Aksi Nyata Selamatkan Danau Toba dan Serukan Tutup TPL

“Kami ada penjaga gereja namun tidak pernah kami melihat mereka datang, batang hidungnya (baca: PGLII DKI Jakarta) tidak pernah kami melihat, verifikasi semacam apa ini?, kritik Gembala GPK MDCC YPOMONI.

Pendeta Nenses juga mengkomunikasikan bahwa Whatsapp yang diberikan kepada Pdt. Martin (Sekum PGLII DKI Jakarta) bukan untuk mengadu Gereja GPK dan CMC tidak ada ibadah melainkan dia sudah mengetahui adanya dugaan sejak lama Gereja GPK dan CMC mau dijegal.

“Tiap tahun PGLII DKI Jakarta menghold kami, saya dapat informasi bahwa gereja-gereja kami mau di hold karena itu saya meminta Pdt. Martin yang tidak ada ibadahnya mohon segera diversifikasi bukan berarti saya yang melaporkan, jangan praktik adu domba diterapkan, ungkapnya.


Baca juga: Lia Laurent, Mengukir Sukses di Ladang Sawit, Menyemai Iman di Hati Manusia

Yang menjadi poin paling penting adalah pengakuan para pendeta bahwa mereka telah mengantongi SKTL gereja dari Pembimas Kristen. 

“Tentunya dalam proses mendapatkan SKTL itu, pihak Pembimas Kristen akan melakukan verifikasi faktual apakah masih ada ibadah rutin setiap minggu atau tidak,” jelas Pdt. Jianto. 

Dengan adanya SKTL ini, secara hukum dan faktual, keberadaan ibadah mereka telah diakui oleh pihak yang berwenang.

Mengapa PGLII DKI kemudian mengambil alih peran verifikasi, yang secara jelas bukan ranah mereka? 


Baca juga: Satu Dekade Dualisme GKSI Berakhir Damai, Nomor 64 dan Anggur Baru

Pertanyaan ini menggantung di udara, mengarah pada dugaan adanya intervensi yang tidak proporsional dan potensi penyalahgunaan wewenang. 

Pdt. Imanuel Lubis bahkan secara terbuka menuding PGLII DKI berbohong dan tidak pernah memverifikasi tempat ibadah mereka.

Di balik polemik verifikasi ini, Pdt. Imanuel Lubis juga membuka tabir mengenai dugaan praktik pungutan iuran tahunan sebesar Rp. 1.200.000 per gereja oleh PGLII DKI, serta biaya gathering yang terus meningkat. 

“Masa enggak dianggap anggota? Ada apa itu! Uang Rp. 1.200.000 itu dikemanakan?” tanyanya, meminta Gubernur DKI Jakarta, Pemprov dan DPRD DKI Jakarta untuk mengusut dugaan pungutan liar ini.


Baca juga: 75 Tahun Merajut Asa, Perjalanan MPK dalam Membentuk Generasi Berkarakter

Singkatnya, inti dari kegelisahan para pendeta ini adalah penegasan terhadap kewenangan yang semestinya verifikasi BOTI adalah tugas Pembimas Kristen, bukan wewenang organisasi aras gereja seperti PGLII DKI. 

Klaim verifikasi yang tidak faktual, ditambah dengan dugaan pungutan yang tidak jelas peruntukannya, menuntut penyelidikan mendalam dari pihak berwenang. 

Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan dan memastikan dana BOTI benar-benar tersalurkan kepada gereja-gereja yang berhak dan aktif dalam pelayanan.

(VIC)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses