Perkumpulan Bapa Sepanjang Kehidupan (BSK) menggelar Rapat Kerja guna membahas Strategi dan Rencana Kerja BSK Tahun 2019 yang diadakan di Maple Meeting Room, Mercure Pantai Indah Kapuk, Jakarta, Jumat, 15 Februari 2019.
Ketua Pokja Keluarga GBI (Gereja Bethel Indonesia) yang juga Pendiri Gerakan BSK, Pdt Dr dr Dwijo Saputro SpKJ, menyampaikan BSK yang kini telah berbadan hukum perkumpulan ini, dulunya didirikan dari suatu kerinduan hamba Tuhan yang ingin membangun suatu kehidupan.
“Setelah merenungkan bagaimana membangun sebuah kehidupan maka didapati bahwa mesti dimulai dari seorang bapa. Dan Alkitab juga mengatakan itu. Kita betul-betul mendapatkan sesuatu sesuai dengan kebenaran dari firman Tuhan,” ujar Pdt Dwidjo Saputro kepada para wartawan yang tergabung dalam PERWAMKI (Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia) dan wartawan lainnya dalam jumpa pers usai Raker BSK di Maple Meeting Room, Mercure Pantai Indah Kapuk, Jakarta, Jumat, 15 Februari 2019.
Dwidjo melanjutkan ketika dimulai dari bapa, lalu apa yang ingin dibangun dari seorang bapa.
“Ternyata yang harus dibangun adalah generasi. Dan sebuah bangsa yang kuat salah satunya ditentukan oleh keadaan generasi mudanya yang baik, dari segi akhlak, budi pekerti, dan kapasitasnya. Sebab itu, generasi muda menjadi begitu penting dalam melanjutkan kehidupan ini,” kata dia.
Namun, menurut Dwidjo, saat ini generasi muda di seluruh dunia mengalami banyak tantangan dan masalah.
Pertama, keretakan dalam keluarga (broken home). Sampai saat ini, broken home menjadi salah satu penyebab mengapa generasi milineal tidak lagi bertumbuh dalam iman Kristennya.
Kedua, pencarian jati diri atau keutuhan diri.
Ketiga, pergaulan yang buruk.
Keempat, Merosotnya nilai luhur dan moral akibat pengaruh perubahan nilai kehidupan (lingkungan atau media). Hal ini terjadi, antara lain, lantaran generasi ‘boomer’ gagal menjadi teladan bagi generasi milineal. Ditambah lagi terjadi kemajuan teknologi dan perubahan yang pesat di era globalisasi yang membawa konsekuensi yang luar biasa. Kemajuan Iptek dan teknologi mengubah budaya, perilaku, berumah tangga, berekonomi dan bermasyarakat yang begitu cepat.
Kelima, tidak memiliki tujuan hidup (visi).
Melihat kelima masalah dan tantangan diatas, menurut Dwidjo maka harus diupayakan solusi yang dimulai dari keluarga.
“Keluarga itu seperti transmiter yang berfungsi memproses sesuatu yang kemudian ditransmisikan kepada masyarakat. Maka jika ada kelompok masyarakat yang jelek, itu bukan bersumber dari luar masyarakat. Itu tentunya berasal dari keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat. Begitupun, ketika Kota Jakarta dianggap jelek, maka itu sumbernya dari keluarga yang tinggal di Jakarta,” urai dia.
Atas dasar itulah, lanjut Dwidjo, BSK sangat teguh untuk memperbaiki semua itu yang dimulai dari laki-laki melalui gerakan BSK.
Adapun Visi BSK adalah menjadikan setiap laki laki adalah Bapa Sepanjang Kehidupan bagi masyarakat, kota dan bangsa.
“Ini visi yang akan diwujudkan. Untuk mewujudkan ini kita butuh sebuah gerakan yang mempengaruhi. Jadi, BSK ini influencer. Kita adalah organisasi yang mempengaruhi. Kita melatih orang yang bisa mempengaruhi. Bukan melatih orang menjadi bapa yang sempurna,” ujar dia.
Diharapkan orang yang mengikuti pelatihan ini, menurut Dwidjo, pertama-pertama orang tersebut mampu mempengaruhi dirinya untuk sadar dan mengubah mindsetnya bahwa dirinya diciptakan dari awal menjadi seorang bapa.
“Juga, diharapkan mereka bisa menghidupi dan mempengaruhi banyak laki-laki. Minimal mempengaruhi anak-anaknya yang kelak menjadi seorang bapa,” kata dia.
Sementara itu, Misi BSK adalah menggerakkan setiap laki-laki berfungsi menjadi bapa yang mengerti tujuan dan panggilannya untuk menjadi pemimpin yang mengasihi keluarganya dengan kasih Bapa.
Guna melaksanakan visi dan misi tersebut, Dwidjo bersama pengurus BSK telah menyusun strategi untuk BSK.
“Untuk mencapai visi yakni menjadikan laki-laki menjadi BSK bagi keluarga, masyarakat, kota dan bangsa maka nilai-nilai dan prinsip laki-laki yang menjadi seorang bapa dibagikan lewat buku (6 modul) yang berjudul ‘Bapa Sepanjang Kehidupan’. Buku ini merupakan modul training yang ditujukan untuk setiap laki-laki agar dapat mengerti tujuan dan panggilan Tuhan dalam menciptakan laki-laki sehingga para peserta juga dapat dipulihkan hubungannya dengan keluarga, istri, anak dan orang tua,” kata dia.
Keenam modul buku tersebut adalah, modul pertama, Siapakah Diri Kita. Modul kedua, Makna menjadi Bapa. Modul ketiga, Panggilan menjadi Bapa. Modul keempat, Fungsi seorang Bapa. Modul kelima, Ciri Keutamaan Laki-laki Sebagai Bapa. Modul Keenam, Bapa Sang Pemenang.
Dwidjo menjelaskan kegerakan BSK ini dikerjakan dengan melakukan Training for Trainers (TFT), Follow Up dan Training.
“Selama ini kita memang bergerak di internal GBI. Kendati begitu, ada beberapa yang sudah menjangkau interdenominasi gereja lain, bahkan menjangkau masyarakat. Diantaranya, kita telah menandatangani MoU dengan pemerintah (diwakili Menkokesra Agung Laksono) dan masyarakat (PP Aisyiyah). Itu momentum yang telah kita ciptakan dan terus akan di-follow up,” pungkas dia.
Sementara Ketua BSK, Pdt Hengky So, MTh, menambahkan hingga kini BSK punya dua kegiatan utama. Pertama, kegiatan TFT (Training for Trainers) yang melatih pendeta-pendeta supaya mereka menjadi pemimpin-pemimpin yang bisa melatih jemaatnya. Kedua, langsung melatih jemaat.
“Saat ini kita sudah melatih 4178 trainer hampir seluruh propinsi di Indonesia,” tandasnya.
Be the first to comment