
Telah terjadi peristiwa penembakan yang menyebabkan terbunuhnya Pendeta Yeremias Zanambani, seorang tokoh masyarakat dan tokoh agama yang sangat dihormati dan berdedikasi bagi masyarakat setempat, pada Sabtu, 19 September 2020. Kejadian ini terjadi di wilayah Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.
“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari media resmi Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) serta beberapa media nasional dan lokal Papua, Pendeta Yeremias Zanambani terkena tembakan aparat pasukan TNI yang sedang melakukan operasi militer di wilayah tersebut,” kata Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik, dalam siaran persnya, pada 23 September 2020.
“Sedangkan menurut pemberitaan beberapa media lainnya yang mengutip klarifikasi dari pihak TNI, penembakan dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB),” tambah Willem Wandik.
Baca juga:
Menurut Willem, kontak tembak antara TNI-Polri dan KKB telah terjadi berkali-kali selama beberapa tahun terakhir ini dan mengakibatkan adanya korban jiwa dari masyarakat sipil Papua, serta juga korban jiwa dari kedua pihak.
“Ratusan bahkan ribuan warga masyarakat, termasuk perempuan dan anak terpaksa harus mengungsi ke kampung-kampung lain dan masuk ke hutan demi menjaga keselamatan nyawa mereka,” beber dia.
“Terbunuhnya Pendeta Yeremias Zanambani dan peristiwa-peristiwa sebelumnya yang telah menelan korban jiwa dari masyarakat sipil merupakan tindakan keji yang melanggar Hak Asasi Manusia, secara khusus hak untuk hidup setiap warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945,” tegas Willem.
Baca juga:
Terkait peristiwa penembakan yang menyebabkan terbunuhnya masyarakat sipil ini, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) menyatakan:
Pertama, GAMKI mengecam keras terjadinya peristiwa penembakan yang menyebabkan terbunuhnya korban dari masyarakat sipil ini.
Kedua, GAMKI mendesak pemerintah untuk segera mengungkap secara transparan setiap kasus penembakan, terkhusus yang mengakibatkan terbunuhnya masyarakat sipil Papua.
Baca juga:
Ketum DPP GAMKI 2007-2011, Dating Palembangan: TITIK NOL MENUJU TATANAN KEHIDUPAN BARU, NEW NORMAL
Untuk itu perlu dibentuk Tim Pencari Fakta dan Investigasi Independen yang melibatkan perwakilan masyarakat sipil, antara lain Lembaga Gereja, Lembaga Adat, dan lembaga sipil lainnya.
Ketiga, GAMKI meminta Panglima TNI dan Kapolri untuk menghentikan pengiriman dan mobilisasi ribuan pasukan non organik TNI-Polri ke Tanah Papua, seolah-olah Tanah Papua adalah Daerah Operasi Militer, sehingga menimbulkan wacana yang dibangun oleh sebagian warga Papua berapa tahun terakhir ini dengan julukan Indonesia sebagai bangsa kolonial.
Keempat, GAMKI mengingatkan kepada Bapak Presiden bahwa penggunaan kekerasan dan operasi militer hanya akan menyebabkan ketakutan dan luka hati yang mendalam di dalam diri warga Papua yang seharusnya justru mendapat perlindungan dan jaminan keamanan dari negara.
Baca juga:
Kelima, GAMKI memohon kepada Bapak Presiden untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama ini di Tanah Papua serta menyelesaikan masalah Papua dengan melibatkan lembaga agama dan kultural yang ada di Tanah Papua dengan pendekatan persuasif, kultural, dan kearifan lokal.
Keenam, GAMKI meminta Bapak Presiden untuk mengevaluasi kinerja Panglima TNI, Kapolri, dan jajaran TNI-Polri yang terkait jika dalam waktu mendatang masih terjadi kasus penembakan yang menyebabkan adanya korban jiwa dari masyarakat sipil di Tanah Papua.
Demikian pernyataan sikap ini disampaikan, atas perhatian setiap pihak, kami ucapkan terimakasih.
Jakarta, 23 September 2020
DPP GAMKI
Willem Wandik / Ketua Umum
Sahat Martin Philip Sinurat / Sekretaris Umum
Be the first to comment