Memasuki Usia Ke-44 tahun, PGLII buat Manifesto

Memasuki Usia Ke-44 tahun, PGLII buat Manifesto

Dalam usianya yang beranjak 44 tahun, Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Inijili Indonesia (PGLII) akan membuat suatu manifesto agar kaum Injili mempunyai persepsi yang sama tentang Injili.

Demikian salah satu poin penting yang dihasilkan dalam rapat kerja nasional (Rakernas) yang berlangsung di Hotel Mercure, Sabang, Jakarta, Kamis, 11 Juni 2015.

Rakernas telah menugaskan tim kelompok teologia yang akan menggodok dan menghasilkan manifesto tersebut.


“Saya berharap, pada tahun ini, beres sehingga manifesto ini dijadikan acuan jawaban manakala ada orang yang bertanya soal Injili,” jelas Ketua Umum PGLII terpilih periode 2015-2019, Pdt Ronny Mandang, dalam jumpa pers usai penutupan Rakernas PGLII, di Hotel MerCure, Sabang, Jakarta, Kamis, 11 Juni 2015.

Dalam jumpa pers yang dipandu oleh Pdm Freddy Situmorang tersebut, Pdt Ronny Mandang didampingi oleh Sekretaris Umum Pdt Freddy Soenyoto, Ketua Bidang Hukum dan HAM Deddy A Madong, Ketua Infokom Batara Sihombing, Ketua Bidang Pdt Dr Sumbut Yerniarto dan Wakil Sekretaris Umum Robby Repi.

Ronny melanjutkan bahwa manifesto yang dihasilkan nanti tidak sekedar tentang teologia namun juga berupa jurnal-jurnal tentang pandangan kaum Injili terhadap isu-isu kontemporer.


“Manifesto ini betul-betul akan membekali kita,” harap dia.

Ronny mengakui, hingga kini, penjelasan tentang Injil masih bervariasi.

Pun, PGLII belum pernah berkonsili untuk membahas manifesto berupa bentuk bingkai berteologi kaum Injili.

Karena itu, secara khusus PGLII merasa perlu segera menelorkan manifesto dalam bentuk pengakuan iman agar kita memiliki satu persepsi.


“Ini akan menjadi awal pekerjaan rumah dari kepengurusan kami,” ujar dia.

Ronny berharap Pada HUT Ke-44 PGLII, pada tanggal 31 Juli 2015, sudah ada kemajuan terkait pembuatan manifesto tadi.

Dalam proses pembuatan manifesto ini, PGLII akan berupaya menghimpun seluruh pemikiran mulai dari awal organisasi ini berdiri.


“Kita tidak akan meninggalkan kultural historis. Justru kita berangkat dari situ sehingga seluruh pemikiran pendiri awal organisasi yang tercatat dalam dokumen-dokumen akan dikumpulkan, dianalisa dan dirumuskan. Dari situlah kita akan buat suatu manifesto agar semua pengurus PGLII mempunyai satu persepsi,” pungkas dia.

Keanggotaan berganda  

Terkait soal keanggotaan, Ronny mengakui dengan adanya sistem keterbukaan menimbulkan keanggotaan ganda sehingga ada yang menjadi anggota PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) dan PGLII.

Ronny menyatakan PGLII, dalam beberapa kali pertemuan, belum begitu mendesak untuk membicarakan soal single membership (keanggotaan tunggal).


“Kedepan, bila dirasa penting maka mungkin gereja aras nasional perlu adakan pertemuan guna membahas soal single membership ini,” tandas dia.

(Victor)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.