ONLINEKRISTEN.COM, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Angket KPK (KOMAS TAK), mengeluarkan Petisi Tolak Angket KPK dan menyatakan menolak angket DPR terhadap KPK. Petisi tersebut diserahkan kepada Pimpinan KPK di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu, 5 Juli 2017.
Adapun alasan penolakan angket DPR terhadap KPK:
(1) Hak Angket oleh DPR akan melemahkan KPK, yang artinya akan memperlemah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
(2) Hak Angket oleh DPR merupakan bentuk kesewenangan melakukan intervensi politik atas proses penegakan hukum yang dilakukan KPK terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
(3) Hak Angket oleh DPR secara formal mengandung cacat hukum dan etika bernegara karena dari awal sudah menyimpang dari asas kepatutan moral dan nurani publik.
(4) Hak Angket oleh DPR berjalan gagal fokus karena mengesankan DPR yang mencari-cari kelemahan dan kesalahan KPK, mulai dari meminta bukti rekaman pemeriksaan hingga melebar ke urusan keuangan dan kinerja KPK.
(5) Hak Angket oleh DPR akan berdampak memberikan preseden buruk terhadap penegakan supremasi hukum di Indonesia dan dapat mendegradasi kewibawaan DPR sebagai lembaga tinggi negara yang mewakili aspirasi dan kehendak rakyat.
Hal ini menjelaskan bahwa DPR lebih tepat dilihat melakukan pendekatan kekuasaan dibandingkan mendukung upaya penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.
Tidak ada yang dapat menjaga KPK selain dari kekuatan elemen masyarakat sipil. Kekuatan KPK selalu pada rakyat yang percaya bahwa KPK, sejauh ini, bekerja untuk membuat Indonesia bebas korupsi.
Untuk itu kami, Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Angket KPK (KOMAS TAK) menyampaikan Petisi Tolak Angket KPK ini sebagai bentuk perlawanan terhadap kesewenangan DPR dan sebagai dukungan kami terhadap KPK.
Jakarta, 5 Juli 2017
Atas nama KOMAS TAK:
Ray Rangkuti, Sebastian Salang, Ari Nurcahyo, Jeirry Sumampow, Syamsudin Haris, Nong Darul Mahmada, Muji Kartika Rahayu, Chalid Muhammad, Benny Susetyo, Abdullah Dahlan, Mayling Oey, Roy Salam, Arif Susanto, Rio Ismail, Saiful Huda Ems, Hermawan Sulistyo, Beny Wijayanto, Yolanda Panjaitan, Sansulung Darsum, Ahsanun Minan, Andrian Habib, Arif Nur Alam, Lucius Karus, Beno Novit Neang, Titi Anggraini, Feri Amsari, Muchtar Said, Rodiah, Agus Rianto, M. Iwan Satriawan, Jojo Rohi, August Leonardo, Samsul Maarif, Pieter G. Manoppo, Henrek Lokra, Theo Litaay, Denni Pinontoan, Tati Krisnawaty, Palti Panjaitan, Yusfitriadi, Audy Wuisang, Edy Siswoyo, Evie Douren, Sunanto, Firmansyah Arifin, Jimmy Endey, Bobby RM. Wowiling, Broery Kaloh, Ferdy Rotinsulu, Dolfi J. Suling, Donald Pokatong, Hamid Basyaib, Harun Husen, Fadli Ramadhani, Raja Juli Antonio, Isyana Bagus Oka, Yunarto Wijaya, Syamsuddin Alimsyah, Teguh Setiono, Yuda Irlang, Zaenal Arifin Mochtar, Henny Supolo, Adinda Tenriangke Muchtar, Didit Setiawan, Abdul Sahid, I Made Leo Wiratma, Albert Purwa, Andi Rizal Syahrir, Priya Husada, Ronny Basista, Hans Hendraningrat, Zarkasih Tanjung, Ade Adriansyah, Ferutza Andriaka, Arfan Joel, H. Purnomo Rahman, Isal Jasatama, Soeyono SE, Ignatius Cahyo, Ahyar Supriadi, Eko Haryanto, Kencana Indrishwari, Budi Putra, Peni Agustini, Thita M. Mazya, Budiarti, Salmiah Mallu, Yuni Sri Rejeki, Maya Aprilia, Sri Gustini, Ratna Batara Munti, Emilia Renita, Fero Umboh, Saparinah Sadli, Dian Kartika Sari, Sulistyowati Irianto, Etika Saragih, A. Sinyo Kolin, R. Hadi Karya, Jusuf Suroso, dan para pemaraf petisi lainnya.
Be the first to comment