Respon MPK Indonesia atas Putusan MK Soal Sekolah Gratis

MPK Indonesia menyambut putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pendidikan dasar gratis hingga SMP, termasuk sekolah swasta. Pelajari respons MPK, harapannya untuk dana BOS yang lebih adil, dan tantangan implementasi putusan MK demi transformasi pendidikan Kristen di Indonesia.

Handi Irawan D
Handi Irawan D., Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen (MPK) Indonesia

OnlineKristen.com – 27 Mei 2025, sebuah tanggal yang mungkin akan tercatat dalam lembaran sejarah pendidikan nasional. Pada hari itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengetuk palu, mengubah lanskap pendidikan dasar di Indonesia.

Dengan putusan bernomor 3/PUU-XXII/2024, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas, secara tegas mewajibkan negara menggratiskan pendidikan dasar sembilan tahun, dari SD hingga SMP, termasuk untuk satuan pendidikan swasta tertentu.

Putusan ini, yang menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah harus menjamin terselenggaranya wajib belajar tanpa pungutan biaya, adalah sebuah gebrakan.

Namun, MK juga memberikan ruang. Dalam pertimbangan hukumnya, sekolah/madrasah swasta tidak dilarang sepenuhnya membiayai penyelenggaraan pendidikan dari peserta didik atau sumber lain, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan.

Bantuan bagi siswa di sekolah swasta, lanjut putusan itu, tetap hanya dapat diberikan kepada sekolah yang memenuhi kriteria tertentu.



Baca juga: 75 Tahun Merajut Asa, Perjalanan MPK dalam Membentuk Generasi Berkarakter

Handi Irawan D., Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen (MPK) Indonesia, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

“Tanggal 27 Mei 2025 mungkin menjadi hari penting buat perjalanan sekolah swasta, termasuk sekolah Kristen,” ujar Handi Irawan dalam pidatonya pada HUT Ke-75 MPK Indonesia di di IPEKA Integrated Christian School, Jakarta Barat, Selasa (17/6/2025).

Kejutan ini terasa semakin kuat mengingat hanya seminggu sebelumnya, pada 19 Mei, rombongan MPK berkunjung ke Komisi X DPR, menyampaikan aspirasi mendalam, termasuk tentang dana BOS dan sertifikasi guru.

“Saya pribadi surprise. Walaupun MPK diundang oleh MK sebagai salah satu narasumber, saya tidak menyangka MK memiliki keberanian luar biasa,” kenangnya.

Putusan MK yang bersifat final dan lebih tinggi dari Undang-Undang ini, menjadi sebuah momen luar biasa bagi MPK.



Baca juga: Duc In Altum, MPK Indonesia Perkuat Transformasi Pendidikan Kristen dengan 20 Pengurus Baru

Cakrawala Baru di Mata Kemendikdasmen

Handi Irawan melihat ada sebuah semangat baru di kementerian pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi (Kemendikdasmen) pasca-putusan ini.

“Mereka mempunyai semangat baru, yakni semangat untuk fokus pada anggaran,” ungkapnya.

Ada keyakinan bahwa kualitas pendidikan Indonesia akan mengalami peningkatan signifikan. Bagi MPK, momen ini adalah bagian dari perjalanan transformasi sekolah Kristen yang luar biasa.

Ia memandang sekolah Kristen dari dua perspektif. Di satu sisi, sekolah Kristen adalah tempat di mana murid-murid dididik langsung oleh Tuhan, dibentuk karakter dan spiritualitasnya melalui firman-Nya. Namun, ia juga tak menampik adanya realitas pahit.

“Survei dari Bilangan Research Center juga menyebutkan sekolah-sekolah yang terburuk biasanya menghasilkan siswa-siswa yang rendah spiritualitasnya, karena tidak ada keteladanan guru, dan mereka berjuang dengan dana yang terbatas pula,” bebernya.



Baca juga: Peringati HSKI 2025, MPK Gelar Doa Serentak Dimulai Pukul 7 Pagi di 7 Sekolah

Selasa Pagi (17/6/2925), selama tiga setengah jam, Handi mendapat kesempatan emas. Ia menyampaikan masukan kepada Pusat Kajian Pendidikan Kemendikdasmen.

Masukan yang mendasar adalah dana BOS harus adil. Ia menyoroti disparitas dana BOS antara Jawa Tengah dengan Papua, NTT, dan kota-kota besar.

“Dana BOS di tempat terpencil cuma 1,5 kali lipat (dari Jawa), dan pasti itu tidak adil bagi saudara-saudara kita di Papua yang jumlahnya seribu lebih, buat Maluku yang jumlah 450, buat Halmahera jumlahnya cuma 145, Sangihe Talaud cuma 240, di NTT jumlah sekitar 800, Sulawesi Utara jumlahnya 1100 dan di Jawa kira-kira total 1000 Sekolah Kristen di Indonesia,” jelas dia.

Handi juga memperingatkan, jika sekolah Kristen tutup karena kesulitan finansial, beban besar akan berpindah ke pundak pemerintah.

“Pemerintah akan menanggung beban yang cukup besar karena harus membangun sekolah negeri, dan itu beban buat negara,” tegasnya.



Baca juga: Peneguhan Bidang VI MPK Indonesia: Langkah Strategis Menghadapi Tantangan Pendidikan Kristen di Era Global

Namun, putusan MK telah membuka cakrawala baru. “Yang ditingkatkan bukan dana BOS lagi, akan tetapi diubah konsepnya,” imbuh Handi.

Ia berharap sebelum petunjuk teknis (juknis) MK ini keluar, konsep dana BOS yang lebih adil dan percepatan sertifikasi guru sudah menjadi prioritas.

Hitung-hitungan pemerintah pun menunjukkan peluang besar. Dari total sekitar 11 juta murid sekolah swasta di Indonesia (berbanding 34 juta murid sekolah negeri), pembiayaan sekolah swasta hanya membutuhkan sekitar 40 triliun rupiah.

Bandingkan dengan 90 triliun rupiah yang dibutuhkan pemerintah jika harus membangun sekolah negeri baru untuk menampung mereka.

“Ini adalah sebuah kesempatan,” cetus Handi.



Baca juga: MPK Gelar Konfernas Pendidikan dan Gereja 2024, Tekankan Kolaborasi Nyata untuk Transformasi Sekolah Kristen

Pemerintah sendiri memiliki anggaran pendidikan sebesar 720 triliun rupiah, namun hanya sekitar 33 triliun yang berada di tangan Kemendikdasmen dan 57 triliun di Kementerian Sains dan Teknologi.

Sisanya, sekitar 100 triliun, tersebar di berbagai kementerian lain, sebagian bahkan tidak jelas peruntukannya.

“Kalau dari 130 triliun itu kemudian pemerintah bisa menghemat melakukan efisiensi, makanya mestinya 40 triliun untuk membiayai sekolah swasta menjadi tidak perlu dipungut biaya,” pungkasnya.

Tantangan Eksekusi dan Harapan MPK

Di tempat terpisah, Prof. Dr. Aartje Tehupeiory, S.H., M.H., Ketua Bidang V Kebijakan Pendidikan MPK Indonesia, melihat putusan MK ini sebagai angin segar.

“Keputusan MK di mana negara wajib menggratiskan SD dan SMP, bisa searah dengan yang disuarakan MPK di Komisi X DPR, memperbesar dana BOS untuk sekolah di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar)/kota kecil,” urainya.

Prof. Dr. Aartje Tehupeiory, S.H., M.H.
Prof. Dr. Aartje Tehupeiory, S.H., M.H., Ketua Bidang V Kebijakan Pendidikan MPK Indonesia



Baca juga: Kolaborasi Bersejarah MPK dan ACSI Membuka Babak Baru Pendidikan Kristen di Indonesia

Baginya, putusan ini bahkan bisa menjadi cara Tuhan untuk mempercepat proses transformasi Sekolah Kristen.

“Situasi terpuruk membutuhkan perubahan yang radikal dan otoritas yang lebih besar.”

Namun, pertanyaan-pertanyaan besar tentang eksekusi masih menggantung. “Misal, bagi pemerintah ini wajib, apakah swasta bisa menolak kewajiban pemerintah ini dan tetap pungut SPP?” tanya Prof. Aartje, menunjukkan bahwa perjalanan implementasi putusan ini tidak akan mudah dan membutuhkan dialog konstruktif dari semua pihak.

Putusan MK ini adalah sebuah babak baru. Tentunya membawa harapan besar bagi jutaan siswa dan membuka peluang transformasi pendidikan yang lebih merata.

MPK Indonesia, sebagai garda terdepan pendidikan Kristen, siap mengawal dan menjadi bagian dari perubahan fundamental ini, memastikan bahwa setiap anak bangsa, tanpa terkecuali, memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas.

(Vic)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses