Simposium GMKI Bahas Kedaulatan Agraria dan Maritim

Simposium GMKI Bahas Kedaulatan Agraria dan Maritim

JAKARTA, ONLINEKRISTEN.COM – Pemerintah memiliki komitmen tinggi untuk menurunkan kesenjangan antarwilayah dan ketimpangan antara si kaya dan si miskin.

Penegasan itu disampaikan Tenaga Ahli bidang Kajian Politik dan Pengelolaan Isu-isu Hukum, Pertahanan, Keamanan dan HAM Riza Damanik, dalam Simposium ‘Kedaulatan Agraria, Maritim dan Paskah Nasional’ Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Bengkulu, Jum’at. 7 April 2017.

Acara di Aula Bappeda Pemerintah Provinsi Bengkulu ini mengusung tema ‘Rakyat Berdaulat atas Tanah Air Indonesia’.


Riza menguraikan, kesenjangan antarwilayah dan ketimpangan antara si kaya dan si miskin, antara lain, diukur melalui Koefisien atau Rasio Gini.

Sebelumnya, angka Rasio Gini kita sempat mencapai 0,41, bahkan di pesisir dan pulau-pulau kecil diperkirakan mencapai 0,51. Adapun pemerintah menargetkan di 2019 Rasio Gini dapat turun menjadi 0,36.

“Kita patut bersyukur saat ini telah berada pada posisi 0,39,” kata Riza.

Tingginya angka gini ratio tidak lepas dari akumulasi permasalahan di masa lalu, khususnya dalam pola penguasaan sumberdaya alam di darat maupun laut.


Ada ketimpangan pembangunan pelabuhan di mana hanya tujuh persen dari total pelabuhan perikanan berada di bagian timur Indonesia.

“Sementara 68 persen Unit Pengolahan Ikan berada di Jawa dan Sumatera,” papar pria yang sebelumnya dikenal sebagai pegiat isu-isu nelayan dan kemaritiman ini.

Riza memaparkan, berbagai ketimpangan itu terus menggelinding menjadi tumpukan kemiskinan di kantung-kantung kepulauan, bahkan diantaranya ada yang telah bertransformasi menjadi bahaya kecemburuan sosial dan konflik.


KEBIJAKAN EKONOMI PEMERATAAN

Dalam aspek sosial budaya, ketimpangan ekonomi Indonesia berjangkar pada dua hal pokok.

“Pertama, terjadinya pergeseran terhadap tujuan perdagangan,” tegas Riza.

Jika di abad XI, perdagangan antarpulau di Nusantara umumnya dimaksudkan sebagai sarana untuk saling bekerjasama dalam meningkatkan kualitas hidup kolektif umat manusia, belakangan ini justru bergeser ke tabiat serakah-individual.

Di era Majapahit misalnya, interaksi ekonomi didasarkan pada komitmen mendasar bahwa komunitas di satu pulau mustahil dapat bertahan hidup dengan kualitas terbaik, tanpa didukung kebaikan dari pulau lainnya.


Saat itu, Pulau Jawa boleh menghasilkan dan menjual beras. Maluku dan Maluku Utara berupa rempah-rempah dan cengkeh. Nusa Tenggara dan Jawa Barat pemasok ternak. Lalu, sagu dari Papua dan Maluku. Kedua, menyusutnya semangat gotong-royong.

“Indikasinya terang. Sebanyak 1 persen orang terkaya di negeri ini menguasai lebih dari 49 persen aset nasional,” ungkapnya.

Padahal, Riza menekankan, sifat dasar orang laut adalah gotong-royong. Tak perduli warna kulitnya, agama dan kepercayaannya, apalagi sukunya.


Semua warga harus bergotong-royong untuk menghasilkan dan mempertahankan kualitas hidup kolektif terbaik.

“Karena itu, setiap pulau harus dipertahankan keunggulannya masing-masing untuk saling-bertukar keunggulan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia,” jelasnya.

Riza menggarisbawahi, inisiatif Presiden Joko Widodo merombak target pembangunan dengan pendekatan mengurangi kesenjangan harus disambut dalam partisipasi aktif seluruh komponen bangsa di tingkat tapak.


Mengembalikan keunggulan sosio-ekonomi, budaya dan lingkungan di tiap-tiap pulau adalah penting untuk menjawab Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

Riza melanjutkan, secara mendasar kebijakan ekonomi pemerataan ditempuh melalui tiga jalan akses terhadap lahan reforma agraria, kesempatan permodalan, serta kapasitas SDM dan pasar.

Selain itu, program tol laut tengah disiapkan untuk menjawab perbaikan kualitas hidup warga negara dengan menyambungkan keberagaman keunggulan antarpulau dan antarmasyarakatnya.


“Saya sejak awal percaya bahwa Indonesia tidak saja berbhineka dalam suku, ras, dan agama. Jauh sebelumnya, kita terlebih dahulu mengenal kebhinekaan terhadap jenis tanah dan air, karakter ekosistem serta segenap kekayaan sumberdaya yang ada di dalamnya,” kata Riza Damanik.

(OK-1/KSP.go.id)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.