OnlineKristen.com – Di tengah riuhnya persoalan Dana Operasional Bantuan Ibadah (BOTI) yang melanda sejumlah gereja di Jakarta, secercah harapan kini menyinari Gereja Pelayanan Kristen (GPK) pimpinan Pdt. Imanuel Ebenhaezer Lubis, S.Th.
Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi E dari Fraksi Golkar, Farah Savira, dengan tegas membuka pintu mediasi dan memastikan proses yang adil bagi 3 Gereja GPK Klasis Missio Dei dan 2 Gereja CMC dalam mendapatkan hak-hak mereka. Komitmennya untuk netral dan independen menjadi penyejuk di tengah ketegangan yang selama ini menyelimuti.
Dalam audiensi yang berlangsung di Ruang Rapat Fraksi Golkar, Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (22/7/2025), Farah Savira dengan lugas menyampaikan kesepakatan penting yaitu GPK Klasis Missio Dei diberikan kesempatan penuh untuk melengkapi administrasi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.
Ini menjadi langkah krusial, mengingat keluhan Pdt. Imanuel Ebenhaezer Lubis sebelumnya terkait penahanan dana BOTI tanpa alasan jelas.
“Kepada Pendeta Imanuel beserta jajaran, lengkapi administrasi tersebut jika sudah dilengkapi berkas administrasi ditolak maka saya akan menyuarakannya,” pinta Farah, menekankan pentingnya kepatuhan pada aturan.
Ia menjamin, jika seluruh persyaratan telah dipenuhi dan tidak ada sanggahan, proses penyetoran dana akan segera dilakukan sesuai tenggat waktu yang disepakati.
Namun, komitmen Farah Savira tak berhenti di situ. Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam proses verifikasi. “Prosesnya juga harus apa kriterianya agar mohon dibuka,” ujarnya, menuntut kejelasan agar tidak ada ruang bagi dugaan diskriminasi.
Farah Savira menegaskan posisinya yang netral dan independen. “Kami dari yang netral dan independen, jika nanti persyaratan administrasi sudah dilengkapi kalau sudah oke tapi masih ditolak kami juga perlu tahu alasannya apa,” tegasnya.
Ini menjadi jaminan kuat bagi GPK Klasis Missio Dei bahwa hak mereka tidak akan diabaikan tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Lebih dari sekadar memediasi, Farah Savira menunjukkan empati dan pemahaman mendalam terhadap perjuangan para pihak.
“Kami juga sudah tahu semua sudah memperjuangkan niat baik keagamaan dan keimanan,” katanya, mengakui upaya tulus di balik persoalan ini.
Ia juga menegaskan tidak adanya kepentingan pribadi dalam permasalahan ini. “Kami tidak ada kepentingan sepeser pun. Kami menjunjung tinggi untuk melayani masyarakat DKI Jakarta,” ucapnya.
Di akhir pernyataannya, Farah Savira mengungkapkan harapannya agar ruang fraksi Golkar tidak menjadi saksi “ribut-ribut” yang berkepanjangan.
Pesan ini menggarisbawahi keinginan kuatnya untuk melihat penyelesaian damai dan konstruktif, demi kebaikan bersama dan citra positif kehidupan beragama di Jakarta.
Dari Biro Dikmental Setda Provinsi DKI Jakarta, Tatang dan Ustadz Muklis turut memberikan pandangan. Tatang menekankan pentingnya komitmen terhadap SOP dan persatuan internal, seraya berharap pertemuan ini membawa kedamaian antara PGLII DKI Jakarta dengan GPK Klasis Missio Dei.
“Intinya kita komitmen kepada SOP, jangan menonjolkan perbedaan tapi lebih kepada persamaan yang coba kita bangun,” tutur Tatang.
Ustadz Muklis, dengan nada keprihatinan, mengungkapkan bahwa persoalan BOTI ini telah berulang kali difasilitasi oleh Dikmental, bahkan dirinya hingga dipanggilnya ke Polda Metro Jaya dan Kejaksaan akibat ketidaksolidan internal. Ia menyoroti potensi kerugian besar jika konflik ini terus berlanjut.
“Kalau sampai gaduh segala macam… jangan sampai merugikan kita semua. Hanya gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga,” papar Ustadz Muklis, mengingatkan bahwa dana BOTI adalah pertaruhan agama, bukan kepentingan pribadi.
Ia juga menegaskan tiga poin penting yakni validitas data, memastikan dana BOTI sampai ke pihak yang berhak, dan larangan pemotongan dana oleh siapapun.
Menanggapi hal ini, Ketua PGLII DKI, Pdt. R.B. Rori, menyatakan akan tunduk pada aturan. “Kami tidak menghalangi untuk menerima BOTI. kita tetap mengikuti SOP,” ucap Pdt. Rori.
Pertemuan ini menjadi angin segar bagi Pdt. Imanuel Lubis. Ia sangat mengapresiasi dukungan dari Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta.
“Kami gereja-gereja mengeluhkan kenapa yang sudah dapat BOTI tiga tahun berturut-turut, justru pada tahun 2025 ini BOTI kita di-hold dengan alasan yang tak jelas. Dasar itulah kami menyerap informasi tersebut dan kami mencari win-win solution,” jelas Pdt. Imanuel Ebenhaezer Lubis.
Hasil audiensi ini memberikan harapan besar bagi gereja-gereja yang terdampak. Pdt. Imanuel menyebutkan tiga poin penting yang menjadi keputusan bersama yaitu pertama, gereja yang dana BOTI-nya ditahan berhak mengajukan kembali pada tahun 2025 sesuai Juknis yang berlaku; kedua, akan segera dibuat persyaratan administrasi dan verifikasi yang jelas; dan ketiga, PGLII harus segera diberitahu dan memberikan alasan yang jelas jika menolak permohonan.
“Dan ini yang menjadi kebanggaan kami para gereja karena ada pintu terbuka untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan,” seru Pdt. Imanuel Ebenhaezer Lubis.
Meskipun terjadi perdebatan sengit dalam audiensi, Pdt. Imanuel Ebenhaezer Lubis melihatnya sebagai langkah positif menuju transparansi. Ia menyoroti dugaan verifikasi yang terburu-buru setelah aduannya sampai ke dewan, menunjukkan adanya inkonsistensi.
“Kalau kami ada kesalahan kami siap menerima sanksi. Kalau kami benar kami mohon hak kami diberikan,” tegasnya.
Pdt. Imanuel Ebenhaezer Lubis berharap PGLII DKI Jakarta, sebagai aras persekutuan gereja, dapat bertindak sebagai perangkul dan jembatan, bukan pihak yang menghakimi.
“Aras gereja ada karena apa, karena gereja. Aras itu adalah kumpulan dari gereja-gereja yang bersatu mendaftarkan diri ke aras. Jadi bukan karena Aras, tapi gereja lah yang memiliki suara,” pungkasnya. Ia juga meminta media massa dan para wartawan untuk mengawal kasus ini agar semua terbuka terang benderang.
Dengan sikap tegas dan komitmen pada keadilan, Farah Savira telah membuka jalan baru bagi GPK Klasis Missio Dei.
Kini, bola ada di tangan Pdt. Imanuel Ebenhaezer Lubis dan jajaran untuk segera melengkapi administrasi, dan di tangan pihak terkait untuk menjalankan proses verifikasi dengan transparan dan tanpa diskriminasi.
Akankah ini menjadi titik balik bagi penyelesaian kisruh BOTI yang telah lama membelit? Kita nantikan bersama.
(Vic)