NGADIREJO, OnlineKristen.com – Sebuah babak kelam dalam sejarah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Ngadirejo terungkap, menyoroti dugaan intervensi berlebihan dan penyalahgunaan kekuasaan oleh Majelis Daerah (MD) Jawa Tengah yang secara sepihak mengambil alih kepemimpinan jemaat.
Konflik ini tidak hanya merusak tatanan gereja lokal yang telah dibangun selama puluhan tahun, tetapi juga mengabaikan hukum tradisi suksesi dan prinsip otonomi GPdI yang dijunjung tinggi.
Kronologi Perjuangan dan Pengambilalihan Paksa
Berdasarkan kronologis yang dikirimkan kepada OnlineKristen.com, Sejarah GPdI Ngadirejo berawal dari Pos Pelayanan Tuhan pada tahun 1935, dilayani oleh GPdI Temanggung.
Setelah berbagai tantangan, termasuk agresi Belanda yang mengharuskan pemindahan, jemaat kembali pada tahun 1956.
Titik penting terjadi pada 1968 ketika Pdt. John Lauw (Agus Suroso) ditetapkan sebagai Gembala Jemaat pertama.
Baca juga: PGI Serukan “Bangsa Ini Harus Dibangun dengan Refleksi, Bukan Represi!” Saat Demo Ricuh
Estafet Kepemimpinan Keluarga
Pada tahun 1969, Pdt. John Lauw menikah dengan Pdt. Ester Susilo. Mereka berdua memimpin gereja yang menganut sistem pelayanan otonom, di mana Gembala Jemaat harus berjuang sendiri. Pembangunan gereja di Jl. Jumprit No. 17 selesai dan diresmikan pada 1996.
Setelah Pdt. John Lauw dipanggil pulang ke surga pada 1998, sesuai hukum tradisi GPdI, pelayanan dilanjutkan oleh istrinya, Pdt. Ibu Ester Susilo, dibantu oleh anak-anaknya, termasuk putra sulung, Nehemia Anton Susilo. Di bawah kepemimpinan Ibu Ester, jemaat bertambah hingga ±300 jiwa.

Intervensi MD yang Kontroversial
Pelayanan berjalan lancar hingga Agustus 2020, ketika Majelis Daerah (MD) Jawa Tengah secara tiba-tiba dan tanpa koordinasi dengan Gembala Jemaat, menempatkan Pdt. Markus Suprapto sebagai Pendamping Tugas Gembala (PTG) dan mengambil alih semua tugas dan kewenangan Gembala Jemaat.
Baca juga: Pdt. Imanuel Cs Minta Gubernur DKI Usut Dugaan Pungli Dana BOTI 1,2 Juta Per Tahun
Tindakan ini dinilai sebagai pengambilalihan paksa yang sangat bertentangan dengan AD/ART GPdI tentang otonomi jemaat lokal (AD BAB VI Psl 9, ART BAB II PSl 7, dsb.).
Lebih jauh, PTG diduga:
Mendampingi jemaat yang memberontak atau ingin mengganti Gembala Jemaat.
Membentuk pengurus dan membuat kop surat serta stempel gereja tanpa izin Gembala Jemaat yang masih menjabat dan memegang stempel asli.
Memasang pintu besi dan menggembok akses keluar masuk Gembala Jemaat yang sedang sakit dan menggunakan kursi roda, bahkan merampas hak-hak Gembala seperti persepuluhan dan persembahan.
Baca juga: Pelarangan Ibadah di Koto Tangah, Padang, PGI: Tidak Bisa Lagi Berpura-pura Hanya Insiden Kecil Akibat Kesalahpahaman
Surat Keputusan dan Perpecahan
Meskipun Pdt. Ibu Ester Susilo telah melayangkan surat keberatan sebanyak 5 kali, MD Jawa Tengah tidak merespons dan PTG semakin menjadi-jadi. MD bahkan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) kontroversial, termasuk:
SK No. 349/MD-JATENG/SK/IV/2023: Hasil pleno MD adalah mengembalikan pelayanan, tetapi isi SK justru menolak anak-anak Gembala terlibat dalam pelayanan, bertentangan dengan tradisi suksesi.
SK No. 364/MD-JATENG/SK/XII/2023: Dinyatakan sebagai SK cacat hukum karena menggunakan pasal pengisian kekosongan padahal Gembala Jemaat masih hidup, dan memicu pemecahan pelayanan (dua kali ibadah pagi dan sore) yang tidak diatur dalam AD/ART GPdI.
Baca juga: Darurat Intoleransi, GMKI Jakarta Melawan! Desak Kemenag Cabut Regulasi Pendirian Rumah Ibadah PBM No.9 dan 8 Tahun 2006
Pada 26 Januari 2023, Pdt. Ibu Ester Susilo menetapkan putra sulungnya, Pdp. Nehemia Anton Susilo, sebagai Wakil Gembala GPdI Ngadirejo untuk menjalankan tugas-tugas Gembala Jemaat.
Ketidakadilan di Tingkat Pusat
Upaya penyelesaian oleh Majelis Pusat (MP) GPdI pada Mei dan September 2023 melalui utusan (Pdt. Kharel Silitonga dan Pdt. Manulang bersama Pdt. John Sumarauw) menyimpulkan bahwa pelayanan seharusnya dikembalikan sepenuhnya kepada Gembala Jemaat.
Namun, kesimpulan ini tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan MP, memunculkan dugaan adanya ‘permainan’ antara MD Jateng dan oknum MP.
Setelah Pdt. Markus Suprapto meninggal pada 9 Januari 2024, konflik seharusnya berakhir, namun MD Jateng terus memaksakan kehendak. Pdt. Ibu Ester Susilo meninggal pada 14 Desember 2024. Sesuai amanat beliau dan dukungan jemaat, Nehemia Anton Susilo melanjutkan pelayanan.
Baca juga: Gereja, Masyarakat, dan Aktivis Bersatu dalam Aksi Nyata Selamatkan Danau Toba dan Serukan Tutup TPL
Puncak Konflik dan Penolakan Pelantikan
Pada Maret 2025, MD Jateng mengeluarkan surat rekomendasi yang memberikan kewenangan penuh untuk melantik Pdt. Denny Lumempow sebagai Gembala GPdI jemaat pagi El-Gibor, sementara Anton sebagai Gembala Sore, dengan syarat Anton harus “buka Gereja” terpisah—suatu kejanggalan yang tidak sesuai dengan sejarah GPdI. Anton dan jemaat menolak tegas karena hal itu tidak sesuai dengan hasil pleno MP dan AD/ART.
MD Jateng tetap melaksanakan pelantikan Pdt. Denny Lumempow pada 14 April 2025. Menyikapi hal ini, Anton dan jemaat GPdI Jl. Jumprit 17 membuat surat pernyataan sikap penolakan dan tetap mendukung Anton.
Puncak ketegangan terjadi pada 26 April 2025, ketika jemaat yang mendukung Pdt. Denny Lumempow merangsek, menguasai teras gereja, dan melakukan sabotase dengan merantai serta menggembok pintu gerbang yang merupakan akses penghuni rumah pendeta.
Pelanggaran Prinsip dan Abuse of Power
Kasus GPdI Ngadirejo menjadi cerminan nyata dari penyalahgunaan wewenang (abuse of power) oleh Majelis Daerah Jateng.
Kehadiran MD yang awalnya bertujuan mengayomi Gembala Jemaat, justru dituding telah merusak tatanan pelayanan dan bahkan mengajari jemaat untuk memberontak.
Dengan mengabaikan tradisi, AD/ART, dukungan jemaat, dan yang terpenting, perjuangan keluarga Pdt. John Lauw dan Pdt. Ibu Ester Susilo selama 55 tahun, hak Nehemia Anton Susilo untuk melanjutkan pelayanan di GPdI Jl. Jumprit 17 Ngadirejo seolah diinjak-injak, menimbulkan pertanyaan kritis mengenai integritas kepemimpinan organisasi gereja di tingkat yang lebih tinggi.(VRA)
#GPdINgadirejo #KonflikGereja #SuksesiGembala #MajelisDaerah #GPdIJateng #OtonomiGereja #AbuseOfPower #KasusGereja #NehemiaAntonSusilo #KudetaRohani
Berikut Kronologi Singkat Sejarah GPdI Ngadirejo:
- Sekitar tahun 1935 Gereja Pantekosta di Indonesia ( GPdI) Temanggung mulai membuka Pos Pelayanan Tuhan di Ngadirejo karena di sana ada beberapa jiwa yang membutuhkan pelayanan rohani. Selama itu pelayanan dilayani dari GPdI Temanggung.
- Agresi Belanda I tahun 1948 terjadilah pengusiran penduduk yang berdarah cina. Ada beberapa jemaat yang berdarah cina mengungsi ke Parakan. Berlanjut dengan adanya Agresi Belanda II tahun 1949 terjadilah pembumi hangusan rumah-rumah penduduk keturunan cina termasuk gereja, sehingga mereka pun harus keluar dari Ngadirejo dan mengungsi ke Parakan.
- Setelah situasi dan kondisinya dirasa sudah aman, tahun 1956 masyarakat termasuk jemaat yang mengungsi di Parakan kembali ke Ngadirejo. Pelayanan pun berjalan kembali dari rumah ke rumah jemaat, yang dilayani oleh GPdI Temanggung.
- Di-support dari GPdI Temanggung bersama cabangnya di Parakan, pekerjaaan Tuhan berjalan dengan baik. Seorang Penginjil yang biasa dipanggil mpek Hap Liang bersama dua pengerja dari GPdI Temanggung yang berdomisili di Parakan yaitu Pdt. Siregar dan Pdt. Robinson Hutapea, secara bergantian turut serta melayani di Ngadirejo.
- Tahun 1965 diupayakan membangun gereja kecil berdindingkan bambu (gedeg), yang nantinya menjadi cikal bakal GPdI Jl. Jumprit 17. Pelayanan Tuhan diwarnai dengan kesulitan-kesulitan di masa pergolakan G 30 S/PKI. Meskipun demikian pelayanan tetap berjalan dengan komando dari GPdI Temanggung yang digembalakan oleh Pdt. Titus Juwono.
- Tepatnya di tahun 1968, Pdt. Titus Juwono selaku Gembala Jemaat memutuskan penetapan Pdt. John Lauw (Agus Suroso) sebagai Gembala Jemaat pertama GPdI Ngadirejo dengan jumlah jemaat 8 jiwa. Dalam menggembalakan pekerjaan Tuhan di Ngadirejo, beliau dibantu oleh bapak Bakir.
(Keterangan kesaksian ini diberikan oleh ibu Affandi yang menjadi saksi hidup. Saat ini beliau menetap di Jogjakarta).
- John Lauw mengakhiri masa lajangnya. Ia menikah dengan Pdt. Ester susilo pada tahun 1969. Mereka dikaruniai 4 putra: Putra pertama: Nehemia Anton Susilo (Lahir tahun 1970), Putra kedua: Martinus Yohan Susilo (Lahir tahun 1973), Putra ketiga: Yosep Kristiadi Susilo (Lahir tahun 1980), Putra keempat: Abdiel David Susilo (Lahir tahun 1983)
Mereka berempat lahir dan bertumbuh di Ngadirejo. Mereka besar bersama Jemaat di Ngadirejo. Tuhan berkehendak lain terhadap putra keempat. Tuhan panggil ke pangkuanNya pada tanggal 14 Februari 2003
- Seiring dengan berjalannya waktu, Tuhan tilik, Tuhan perhatikan, setiap perjuangan dan air mata keluarga Pdt. John Lauw. Organisasi GPdI yang menganut system pelayanan otonom (AD BAB VI Psl 9. ART BAB II PSl 7. BAB IV Psl 11 ayat 5. BAB V Psl 12 ayat 5). Sebagai pemimpin gereja yang berada di tataran paling bawah, sebagai Gembala Jemaat, jatuh bangun sendiri, makan gak makan sendiri, organisasi hanya berfungsi sebagai payung hukum saja. Segala sesuatu yang terjadi di pelayanan gereja lokal, apapun itu dihadapi dan diselesaikan sendiri. Organisasi tidak pernah ada andil dalam kehidupan Pendeta, demikian pula bantuan dana untuk pembangunan gereja, harus diupayakan sendiri.
- Oleh kemurahan Tuhan, beliau membuka beberapa cabang atau Pos PI, antara lain : Gunung Payung (sudah diserahkan kepada Hamba Tuhan lain), Barang (sudah diserahkan kepada hamba Tuhan lain), Mentisari dan Kramat/Liangan
- Semakin bertambahnya jemaat maka perlu adanya tempat ibadah yang lebih besar guna menampung jiwa-jiwa. Maka tahun 1995 dilakukanlah pembangunan gereja jl. Jumprit no 17 Ngadirejo. Diawali dengan pemrosesan sertifikat dan IMB. Sebagai hamba Tuhan yang cinta GPdI maka sertifikat diatas namakan Gereja Pantekosta di Indonesia dengan IMB atas nama Agus Suroso (John Lauw). Pada tahun 1996 Gereja Pantekosta di Indonesia jl. Jumprit no. 17 diresmikan.
- Tuhan berkehendak lain atas kehidupan Pdt. John Lauw, tahun 1998 beliau dipanggil pulang ke rumah Bapa di surga. Sebagaimana hukum tradisi yang dianut GPdI (yang saat ini sudah berusia 104 tahun). Pelayanan pekerjaan Tuhan dilanjutkan oleh isterinya yaitu Pdt. Ibu Ester Susilo dibantu oleh anak-anaknya yang selama ini sudah membantu ketika papanya masih hidup. Demikian pula jika orang tua sudah tiada, diupayakan anak/keturunannya yang melanjutkan dengan pertimbangan perjuangan orang tua. Tentunya yang sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan AD/ART. Sepeninggal almarhum, pekerjaan Tuhan semakin bertambah-tambah jemaatnya. Secara keseluruhan berjumlah ± 300 jiwa.
- Berkat pertolongan Tuhan, pekerjaan Tuhan berjalan dengan baik. Meskipun ibu Ester Susilo sudah lanjut usia, tapi semangat melayani tidak pernah padam. Beliau mengunjungi, memperhatikan, mendoakan dan membantu jemaat-jemaat yang mengalami berbagai kesulitan. Seperti kesulitan ekonomi, beliau tidak segan-segan mengulurkan tangan membantu menyelesaikan persoalan ekonomi jemaat, dsb. Beliau isi hari-harinya dengan menabur kebaikan, kasih….. dan kasih…….
- Untuk kesekian kalinya beliau pun mengalami masalah yaitu jatuh dan patah ttulang. Yang terakhir patah tulang paha sehingga beliau harus bed rest. Meskipun demikian, pekerjaan Tuhan tetap berjalan. Tugas-tugasnya beliau dihandel oleh putra sulungnya, bapak Anton dibantu oleh adiknya, Yohan. Sementara adik bungsu sudah berumah tangga dan menetap di Jakarta. Pekerjaan Tuhan berjalan dengan baik dan tidak ada masalah.
- Bulan Agustus 2020 tanpa diundang, tanpa diminta tanpa alasan yang jelas apalagi Gembala Jemaat belum pernah menyerahkan pekerjaan Tuhan Ngadirejo kepada pimpinan organisasi dalam hal ini adalah Majelis Daerah (MD), tiba-tiba MD masuk ke Ngadirejo dengan menempatkan anggotanya yakni Pdt. Markus Suprapto sebagai Pendamping Tugas Gembala (PTG). MD mengambil alih semua Tugas dan Kewenangan Gembala Jemaat tanpa koordinasi dengan Gembala Jemaat. Telah terjadi pengambil alihan paksa. Semua pelayanan baik di gereja induk maupun di cabang-cabang diambil alih. Hal ini sangat bertentangan dengan AD/ART GPdI. MD Jateng telah merusak sendiri tatanan dan tatakelola Gereja Pantekosta di Indonesia.
- Sebagai representasi MD di Ngadirejo PTG dalam hal ini Pdt. Markus Suprapto telah melakukan tindakan-tindakan yang melawan Firman Allah dan AD/ART GPdI tidak sesuai dengan tupoksinya, a.n.:
- Yang seharusnya didampingi adalah Gembala Jemaat, justru jemaat yang melawan Gembalanya alias pemberontak (berkeinginan mengganti Gembala Jemaat) yang didampingi.
- Membentuk pengurus gereja tanpa koordinasi dengan Gembala Jemaat.
- Membuat kop surat dan stempel gereja tanpa setahu, dan seijin Gembala Jemaat. Padahal stempel yang asli masih ada dan di tangan Gembala Jemaat.
- Setiap surat keluar selalu ditanda tangani oleh Pdt. Markus Suprapto (PTG).
- Pintu-pintu gereja yang menjadi akses keluar masuknya Gembala ditambahi dengan pintu besi (didobel) serta digembok dari dalam gereja dan kunci dipegang oleh jemaat pemberontak. Sehingga ketika Gembala Jemaat yang dalam kondisi sakit mau berobat tidak mendapatkan akses keluar sebab beliau menggunakan kursi roda.
- Memberikan arahan agar jemaat pemberontak mengambil alih keuangan dengan cara mengambil Persepuluhan jemaat dari rumah ke rumah. Demikian juga persembahan pertama umat yang diperuntukkan Gembala Jemaat diambil. Ini adalah bentuk perampasan hak-hak Gembala. Pelanggaran hak asasi manusia.
Semua yang telah dilakukan oleh Pdt. Markus Suprapto terhadap pelayanan dan kehidupan Gembala Jemaat sudah dilaporkan kepada ketua MD bahkan Gembala Jemaat telah melayangkan surat sebanyak 5 kali kepada MD agar PTG dicabut dan pelayanan dikembalikan sepenuhnya kepada Gembala Jemaat. Namun Tidak digubris, tidak pernah dibalas. PTG semakin menjadi-jadi, memprovokasi jemaat dengan menyebarkan berita-berita hoax tentang bapak Anton. Demikian pula MD mengeluarkan beberapa surat tugas maupun SK tanpa dasar yang jelas bahkan kontra produktif, SK tidak sesuai dengan hasil pleno. Contoh:
- SK No. 349/MD-JATENG/SK/IV/2023. Hasil pleno MD: kembalikan pelayanan kepada Gembala Jemaat. Isi SK: menolak anak-anak Gembala terlibat dalam pelayanan. Bertentangan dengan semangat hukum tradisi GPdI.
- SK No. 364/MD-JATENG/SK/XII/2023. Adalah SK CACAT HUKUM. Sebab antara keputusan dengan konsideran hukum tidak bersesuaian. Keputusan: pemekaran. Dalam AD/ART GPdI tidak pernah mengatur tentang pemekaran. Demikian pula pasal yang digunakan sebagai landasan hukumnya adalah pasal pengisian kekosongan. MD dan Jemaat pemberontak masih mengakui bahwa Pdt. Ibu Ester Susilo adalah GEmbala Jemaat GPdI jl Jumprit 17. Berarti GPdI Jl. Jumprit 17 tidak mengalami kekosongan. MD telah melakukan PEMECAHAN PELAYANAN alias MERUSAK PELAYANAN GPdI jl Jumprit 17 Ngadirejo.
- Sehubungan dengan kondisi Gembala Jemaat maka pada tanggal 26 Januari 2023 beliau menggunakan haknya menetapkan dan melantik putra sulungnya Pdp. Nehemia Anton Susilo sebagai Wakil Gembala di hadapan jemaat, Majelis Wilayah dan Anggota MD. Untuk menjalankan tugas-tugas Gembala Jemaat.
- Pada bulan Mei 2023, MP mengutus Pdt. Kharel Silitonga selaku pemangku Departemen Organisasi, datang ke GPdI Ngadirejo dalam rangka untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Pertemuan pun dilaksanakan di GPdI jl Jumprit. Menurut beliau, disimpulkan bahwa sudah seharusnya pelayanan pekerjaan Tuhan yang sudah diambil alih oleh MD dikembalikan kepada Gembala Jemaat. Ketika ditunggu-tunggu dengan penuh harapan, masalah segera selesai, ternyata masih berlanjut dengan kedatangan utusan MP yang lain.
- Tepatnya September 2023 Pdt. Manulang bersama rekannya Pdt. John Sumarauw sebagai pemangku Departemen Penggembalaan melanjutkan penyelesaian GPdI Ngadirejo. Kesimpulan pun telah diperoleh oleh mereka yaitu kembalikan pelayanan penggembalaan kepada Gembala Jemaat. Namun kedua kesimpulan tersebut baik Departemen Organisasi maupun Departemen Penggembalaan tidak ditindaklanjuti oleh para pimpinan MP.
- Tatkala MD menerbitkan SK No. 364/MD-JATENG/SK/XII/2023. Pelayanan GPdI Ngadirejo dipecah menjadi dua: yang pagi dilayani oleh MD dan yang sore dilayani oleh bapak Anton. Sementara Gembala masih hidup dan berstatus Gembala Jemaat. Maka dengan spontanitas Gembala Jemaat menolak keras, namun sekali lagi MD tetap memaksakan kehendaknya. Dengan segala ketidak berdayaannya, Gembala Jemaat mengarahkan wakil Gembala agar tetap melayani yang sore mengingat itu adalah juga jiwa-jiwa (bukan berarti menerima SK tsb.)
- Tanggal 9 januari 2024 merupakan waktunya Tuhan campur tangan, menjadi pertanda penggenapan atau dikabulkannya doa yang dipanjatkan Pdt. Ibu Ester Susilo beberapa waktu setelah SK itu dibacakan. Di tanggal dan bulan itu Pdt. Markus Suprapto harus menghadap sang Penciptanya.
- Dengan dukungan dari 35 Pendeta/Gembala Jemaat sekabupaten Temanggung, Gembala Jemaat telah melayangkan surat banding ke Majjelis Pusat dan ditanggapi. Pada tanggal 6 Juli 2024 MP mengadakan rapat pleno MP di Makassar, keputusannya: Pelayanan dikembalikan sepenuhnya kepada Pdt. Ibu Ester Susilo selaku Gembala Jemaat. Namun sangat disayangkan keputusan tersebut tidak dieksekusi oleh utusan MP. Cenderung ada sebuah permainan antara MD Jateng dengan oknum MP.
- Tanggal 14 Desember 2024 Pdt. Ibu Ester Susilo dipanggil Tuhan. Berdasarkan amanat beliau sebelum meninggal dan permintaan Jemaat, maka bapak Anton melanjutkan pelayanan beliau di GPdI Ngadirejo. Surat pernyataan jemaat dan keluarga Gembala telah dilayangkan ke Forkopimcam dengan tembusan ke berbagai pihak.
- Diinisiasi oleh wakasat intelkam polres Temanggung dan difasilitasi oleh Kapolsek Ngadirejo, tanggal 21 Desember 2024 telah dipertemukan kedua belah pihak. Bapak Anton telah membuka diri namun pihak jemaat Pemberontak tidak mau, tetap bersikeras berpisah. Tiak ada titik temu. Sesuai dengan AD/ART BAB III Psl 10 ayat 4 poin a. mereka sudah bukan lagi jemaat GPdI Jl. Jumprit 17. Karena sudah mengundurkan diri.
- Dalam forum pleno MP tanggal 19 Februari 2025 permasalahan Ngadirejo diangkat kembali. Dengan mengantongi surat dukungan 40 Gembala Jemaat sekabupaten Temanggung, bapak Anton pun hadir di pleno tersebut. Dengan hasil: permasalahan GPdI Ngadirejo akan diputuskan oleh 3 unsur yaitu MP, MPR dan MD. Realitanya: Keadilan belum berpihak kepada kebenaran.
- Justru yang turun adalah surat rekomendasi, dibacakan oleh anggota MD di hadapan bapak Anton pada Maret 2025 yang isinya (katanya) karena bapak Anton tidak mendapatkan tembusan, MP memberikan kewenangan penuh kepada MD untuk segera melantik Pdt. Denny Lumempow menjadi Gembala GPdI jemaat pagi El-Gibor dan bapak Anton sebagai Gembala Sore dengan catatan: bapak Anton harus buka Gereja, kalau tidak, bapak Anton tidak akan dilantik. Ada sebuah kejanggalan. Dalam sejarah GPdI tidak ada satu gedung dipakai dua penggembalaan. Apalagi semua ini dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan para pihak dalam hal ini bapak Anton dan jemaat. Berhubung hal itu tidak sesuai dengan hasil pleno MP, terlebih tidak sesuai dengan AD/ART maka dengan tegas bapak anton beserta jemaat menolaknya.
- Tanggal 14 April 2025 MD tetap melaksanakan pelantikan atas Pdt. Denny Lumempow sebagai Gembala GPdI jemaat pagi el-Gibor jl Jumprit 17. Menyikapi hal itu, selaku wakil Gembala bapak Anton beserta Jemaat GPdI Jl. Jumprit 17 telah membuat surat pernyataan sikap ditujukan kepada MD dengan tembusan ke berbagai pihak. Yang isinya:
- Menolak dengan tegas Pdt. Denny Lumempow sebagai Gembala GPdI jemaat pagi El-Gibor Jl Jumprit 17 Ngadirejo. Sebab selama ini tidak ada yang namanya GPdI Jemaat pagi El-Gibor di Jl Jumprit 17.
- Seluruh Jemaat tetap mendukung bapak Anton untuk meneruskan pelayanan di GPdI Jl. Jumprit 17.
- Dengan kasih Kristus menyarankan bagi jemaat yang mau digembalakan oleh Pdt. Denny Lumempow mencari tempat lain.
- Hari sabtu, tanggal 26 April 2025 dipimpin oleh Pdt. Denny Lumempow jemaat pemberontak merangsek dan menguasai teras gereja, menutupi CCTV dengan kardus, mematikan kran air yang menjadi satu-satunya sumber air buat memenuhi kebutuhan air rumah pendeta yang terletak di belakang gereja, serta merantai dan menggembok pintu gerbang gereja yang menjadi akses penghuni rumah pendeta (merupakan perbuatan sabotase).
Semua kebijakan MD sudah menerjang AD/ART yang berawal dari MASUK UNTUK MENGAMBILALIH GEREJA NGADIREJO TANPA SEIJIN GEMBALA JEMAAT. Kebijakan MD hanya mengatur sebatas Pendeta atau Gembala Jemaat. Sebab secara otonom, Gembala Jemaat adalah pimpinan jemaat gereja lokal (Tuhan yang panggil, bukan manusia yang panggil). Tupoksi MD mengayomi Gembala Jemaat bukan memerangi. Yang dilakukan MD merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan atau perbuatan kesewenang-wenangan (abuse of power). Kehadiran MD di Ngadirejo justru merusak pelayanan GPdI Ngadirejo. Mengajari jemaat untuk melawan/memberontak, bukannya menasehati, atau membentuk Jemaat yang berkarakter Kristus.
Mengingat dan memperhatikan AD/ART, tradisi GPdI, dukungan jemaat, amat terlebih perjuangan dan air mata dari Alm. Pdt. John Lauw dan Almh. Pdt. Ibu Ester Susilo selama 55 tahun melayani di GPdI Ngadirejo, yang paling berhak untuk melanjutkan pelayanan penggembalaan di GPdI Jl. Jumprit 17 Ngadirejo adalah Bapak Nehemia Anton Susilo.
Satu Komentar
Mari pak ketua,turun tanganlah untuk menyelesaikan masalah yg sudah anda buat ini,jgn buat mslh lebih rumit lg…bnyk pihak yg udh pusing dan resah akibat mslh ini.