Refleksi 70 Tahun GMKI, Pdt Saut Sirait: MELAWAN ARUS

GMKI menjadi satu-satunya organisasi mahasiswa yang menolak pernyataan mengutuk Bung Karno.  Alasan mendasar yang dikemukakan adalah: "Bung Karno adalah proklamator RI, mengutuk beliau sama dengan mengutuk Indonesia, mengutuk diri kita sendiri". 

Pdt Saut Sirait

OnlineKristen.com | Saya sungguh terpesona dengan kayuhanmu mengarungi samudra kehidupan. Melalui kader-kadermu yang hanya “biasa-biasa” saja, menampakkan satu sikap yang unik “kadosy” dalam kerangka yang pasti : “ut omnes unum sint“, supaya semua menjadi satu. 

Prinsip nilai yang digoreskan untuk senantiasa berada dalam jalur keyakinannya dengan segala konsekuensinya ditampakkan di dalam sejarah republik ini. 


Manakala rezim penguasa orde lama (orla) menggemakan pembubaran HMI, hanya GMKI, melalui Johanes Leimena, pencetus GMKI dan juga pahlawan nasional, yang melakukan penolakan. 

Baca Juga: GMKI Laporkan Ustad Abdul Somad dengan Pasal Penodaan Agama

Bang Ridwan Saidi, Ketum PB HMI setelah Bang Akbar Tanjung, memberikan kesaksiannya dalam media sore nasional “Suara Pembaruan”, tahun 1986. 

Bapak Leimena yang menjadi salah satu orang terpenting dalam rezim orla, justru melawan dengan tegas “rezim”nya sendiri, untuk sebuah prinsip: ‘kebebasan berserikat, yang diterakan dalam konstitusi.’ Puji Tuhan HMI tetap eksis.


Manakala muncul gerakan “penumbangan” rezim orla, GMKI memainkan elannya sendiri. 

Baca Juga: Buka Kongres GMKI Ke-36, Presiden Jokowi: “Jaga Persatuan dan Kesatuan Supaya Semua Menjadi Satu, Ut Omnes Unum Sint”

Pontas Nasution bergerak di “balik meja” dan merumuskan Tiga Tuntutan Rakyat (TRITURA) yang menjadi ikon perlawanan mahasiswa pada waktu itu. 

Adolf Warrow kemudian didorong untuk membacakan Tritura itu. 


Semua  itu dilakukan dengan konsekuen dengan kesadaran resiko yang tidak tanggung-tanggung.

Baca Juga: PNPS GMKI: Agenda Perjuangan Mahasiswa Disusupi, Semua Pihak Harus Tahan Diri

Keduanya adalah kader GMKI. Belum lagi Christian “Buli” Londa yang sangat “canggih” memainkan peran dengan Soe Hok Gie dan Herman Lantang. 

Mereka adalah trio yang memiliki peran yang luar biasa memasok informasi untuk dimainkan di lapangan saat demo-demo mahasiswa bergerak. 


Mereka adalah sosok-sosok yang memiliki sikap kritis dengan idealisme yang terukur. 

Baca Juga: Ratapan Calon Ephorus HKBP Pdt Saut Sirait di Sinode Godang HKBP 2016: TIGA MENTERI TAK SATUPUN HADIR, “KELAS HKBP” DIPERTANYAKAN

GMKI tidak mengikuti “arus massa” untuk terjun dalam demo mahasiswa. 

Itu sebabnya, dalam film tentang pergerakan tahun ’66, muncul spanduk di atas gerbang UI salemba bertuliskan: GMKI, KE MANA L0E? 


Sesuatu yang menista GMKI, yang tidak berdasarkan fakta. Peran yang pas justru dimainkan kader-kader GMKI saat itu. 

Baca Juga: Bedah Buku Karya Pdt Saut Sirait: DIBUTUHKAN PEMIMPIN GEREJA YANG LEBIH ‘MEMBUMI’

Manakala rezim orba telah berhasil memegang kekuasaan, upaya menghancurkan wibawa Bung Karno dilakukan. 

Seluruh organisasi masyarakat ditekan untuk menandatangani pernyataan “mengutuk” Bung Karno. 


GMKI dengan tandas menolak. Ketum PP GMKI pada masa itu, Kilian Sihotang dengan teguh menolak. 

Baca Juga: Refleksi Awal Tahun 2020 PIKI: Indonesia Quo Vadis

GMKI menjadi satu-satunya organisasi mahasiswa yang menolak pernyataan mengutuk Bung Karno. 

Alasan mendasar yang dikemukakan adalah: “Bung Karno adalah proklamator RI, mengutuk beliau sama dengan mengutuk Indonesia, mengutuk diri kita sendiri”. 


Manakala gerakan reformasi muncul di tengah bangsa, Sekretariat PP GMKI dan Cabang Jakarta menjadi salah satu “sarang” untuk merumuskan strategi dan aksi mahasiswa. 

Baca Juga: Perayaan Dies Natalis Ke-56 dan Natal PIKI, Ketum PIKI: Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa

Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) dideklarasikan dengan acara “ala kadar” nya, agar tidak digrebek penguasa. 

FKPI merupakan perluasan dari kelompok cipayung yang hanya 5 menjadi 13 ormas. Gemabudi, KMHDI, Pemuda Demokrat (partai demokrat belum ada waktu itu), GP Ansor, GAMKI, Pemuda Katolik IPPNU, IPNU dan beberapa yang lain. 


Karakteristik menghindar dan terutama melawan sikap mimesis, bagai kesadaran absolut dari dari waktu ke waktu.  

Baca Juga: Refleksi Akhir Tahun DPP GAMKI Menyikapi Pelarangan Ibadah Perayaan Natal di Sumatera Barat 

Bagaikan sikap Yesus yang mengoret-oret tanah, saat arus mimesis berskala masif bergerak bagai arus tsunami, dengan aura dan suara rajam maria sang pelacur. 

Yesus dengan ketenangan dan kesabarannya berkata: “barang siapa yang tidak berdosa hendaklah menjadi pelempar batu yang pertama”. Mimesis itu menjadi teruai mencari saluran yang pecah-pecah tak berdaya. 


Ah, pesonamu tak mampu ku urai, meski ada sebagian kadernya yang terjebak, sengaja atau terlanjur menjadi pelaku menjadi bagian dari mimesis, bagian terbesar dari dirimu adalah daya, energi dan spirit melawan arus. Dirgahayu! Penuh syukur, untuk Indonesia.

 

Catatan:

Tulisan ini merupakan hasil perjumpaan dengan para pelaku sejarah. Dan, masih banyak lagi, namun butuh penelitian yang obyektif. 

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.