OnlineKristen.com | Di zaman baheula ketika peribahasa masih populer dan selalu dijadikan bahan pembelajaran oleh para guru kita mengenal ungkapan “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan'”. Agaknya peribahasa itu berasal dari pepatah bahasa Inggris “where there is a will, there is a way“.
Bapak dan Ibu Guru pada tahun-tahun 1950-an selalu mengulang-ulang pepatah itu di ruang kelas Sekolah Rakjat, terutama jika ditemui kasus ada peserta didik yang nampak tidak brrgairah untuk datang ke sekolah atau malas mengerjakan PR.
Para murid tidak hanya ditugaskan untuk mencatat peribahasa itu, menghafalnya tetapi juga suatu saat siap jika diperintah guru untuk bercerita di depan kelas berdasarkan peribahasa itu.
Pada zaman itu ‘peribahasa’ tidak hanya menjadi materi pelajaran bahasa Indonesia. Peribahasa disinggung dalam pelajaran agama, budi pekerti juga acap dikutip dalam pidato kepala sekolah pada saat upacara hari Senin. Dengan cara seperti itu maka konten peribahasa itu menjadi sangat aplikatif dalam kehidupan praktis para murid.
Baca Juga: REFLEKSI PASKAH: DIUTUS UNTUK MEMBUAH DI KANCAH WABAH
Ratusan peribahasa yang kita miliki dan mungkin lebih sebenarnya merupakan tekstualisasi dari local wisdom yang dimiliki sejak lama oleh para pendahulu kita. Walaupun ada juga pepatah yang cukup dikenal di zaman tahun 50-an karena biasanya ditempatkan dihalaman buku bagian bawah tetapi isinya tidak terlalu tepat apalagi bagi dunia modern.
Manusia yang hidup tentu memiliki keinginan, kemauan, kehendak bahkan obsesi. Keinginan itu juga dekat dengan cita-cita; cita-cita dianggap lebih makro dan menjangkau ke masa depan, sementara keinginan, kemauan itu lebih teknis-praktis. Seorang anak kecil acap ditanya apa cita-citanya nanti; biasanya mereka menjawab dengan mata berbinar “mau jadi dokter,” atau “mau jadi hakim”, “mau jadi tentara”. Anak-anak itu dengan lugu menjawab tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi keluarga di waktu mendatang.
Suatu saat Mahatma Gandhi kecil ditanya tentang cita-citanya. Ia menjawab tegas : “Berusaha, mencari, menemukan dan tidak menyerah”. Cita-cita adalah keinginan luhur dari seorang pribadi dan atau orangtua kepada anaknya.
Pada waktu ibu Ramdulari Devi yang berusia 80 tahun mendengar anaknya terpilih sebagai Perdana Menteri India, ia merespons dengan berkata : “Aku harap Lal Bahadur menjamin kemakmuran bangsa ini bahkan walaupun ia harus mengurbankan dirinya sendiri”.
Setiap orang masing-masing punya cita-cita yang ragamnya sesuai dengan minat dan bakatnya. Namun tidak semua orang bisa mencapai cita-cita itu oleh karena berbagai faktor. Seorang yang berbakat dan senang sastra dan bercita-cita untuk studi di Fakultas Sastra bisa saja oleh dorongan orang tua ia kemudian harus menjadi seorang teolog. Kasus-kasus seperti ini banyak ditemui dalam kehidupan praktis.
Baca Juga: PEMIMPIN ITU BERTINDAK MEMIMPIN, BUKAN DIAM MENIKMATI POSISI
Agama-agama memang memberikan perintah kepada umatnya agar mereka bekerja keras mewujudkan cita-cita dan tidak hanya duduk manis bermalas-malas. Walaupun sesudah melewati perjuangan berat cita-cita itu tidak tercapai kita harus tetap optimis untuk tetap bekerja dengan baik dibidang apapun.
Hal yang paling penting adalah pekerjaan dibidang apapun yang kita lakukan, kita melakukannya dengan tanggung jawab, sukacita dan bersyukur kepada Tuhan, sehingga pekerjaan kita itu bermakna bagi masyarakat luas.
Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini menyatakan bahwa “kemauan itu baru diperhitungkan karena ada perbuatan”. Ya kemauan, keinginan itu baru diperhitungkan jika ada perbuatan, tindakan.
Seorang pejabat misalnya menyatakan keinginan agar dalam Pilkada 2018 nanti tidak dikedepankan “isu sara”. Selama hal itu baru keinginan dan belum dituangkan dalam peraturan, maka keinginan itu belum diperhitungkan. Maka isu sara terus digoreng dan bisa mengguncang nusantara.
Semua kemauan dan keinginan yang baik, positif, mesti terwujud dalam tindakan nyata dan konkret. Misalnya lembaga kita berkeinginan untuk membantu masyarakat kelas bawah yang terdampak Corona. Nah keinginan itu tidak boleh hanya sekedar wacana, atau menjadi diskusi panjang dalam rapat tapi segera wujudkan dalam action nyata. Mari ungkapkan keinginan positif kita demi komunitas, organisasi, masyarakat dan bangsa kita dalam tindakan nyata dan konkret.
Selamat berjuang. God bless.
(Oleh: Weinata Sairin)
Be the first to comment