OnlineKristen.com | Pokok aduan para imam adalah penistaan agama, berupa pernyataan Yesus sebagai Anak Allah dan penghancuran ‘bait suci’. Diperlukan enam kali sidang pemeriksaan dalam dua tatanan hukum.
Hanas, mantan imam besar yang pertama memeriksa. Kekerasan sudah terjadi. Yesus ditampar penjaga dan tangannya sudah digari.
Baca Juga: Jelang Perayaan Paskah, Dirjen Bimas Katolik: Kita Akan Berikan Misa Melalui Online
Merasa legitimasinya kurang kuat, Hanas ‘naik banding’ menyerahkan kepada imam besar definitif, Kayafas yang juga menantunya.
Meski saksi palsu sudah dikerahkan, Kayafas juga merasa belum yakin akan kekuatannya. Ia naik ‘kasasi’, menyerahkan kepada institusi para imam yang dinamakan Sanhedrin. Lembaga tertinggi yang memutus ‘fatwa’ dalam tatanan hukum agama Yahudi.
Hasilnya: “tidak diperlukan saksi, karena tersangka sudah mengakuinya dan hukum mati.”
Baca Juga: Refleksi 70 Tahun GMKI, Pdt Saut Sirait: MELAWAN ARUS
Berhubung pengadilan agama Yahudi tidak memiliki kewenangan memutus hukuman mati, para imam mengadukan Yesus kepada otoritas Kerajaan Romawi.
Pontius Pilatus, Prefek alias Gubernur di Yudea, melakukan pemeriksaan pertama. Hasilnya: “tidak ditemukan kesalahan pada orang ini (Yesus: red).”
Para imam mengamuk dan menekan. Pilatus menemukan jalan mengelak. Karena Yesus warga Galilea, maka Prefek Galilea yang semestinya mengadili, semacam ‘locus delicti‘.
Baca Juga: Bedah Buku Karya Pdt Saut Sirait: DIBUTUHKAN PEMIMPIN GEREJA YANG LEBIH ‘MEMBUMI’
Herodes Prefek Galilea melakukan pemeriksaan. Hasilnya: “nebis in idem“. Herodes mengembalikannya pada Pilatus.
Kemarahan dan tekanan para imam semakin memuncak dan akhirnya Pilatus membawa ke Gabata, pengadilan (litotrotos, Yun.), dapat dikatakan tingkat kasasi.
Pilatus membacakan hasil: “tidak ditemukan kesalahan pada orang ini, alias bebas murni.” Putusan itu jelas tidak dapat diterima para imam. Secara institusional Sanhedrin telah memutus Yesus bersalah dengan sanksi hukuman mati. Gabata memutus lain, menganulir putusan Sanhedrin.
Baca Juga: Pendeta Stephen Tong: “Pendeta Besar” Berani Tidak Buat KKR Kesembuhan Corona Virus?
Pilatus masih mencoba “win-win solution“: Yesus dihajar kemudian dibebaskan. Dasar hukum Pilatus jelas, pada tiap perayaan paskah Yahudi, seorang tahanan dibebaskan, sebagai simbol makna pembebasan orang Yahudi dari Mesir.
Namun para imam sudah “to be or not to be“: Yesus harus mati. Barnabas, seorang pemberontak dan pembunuh bernasib baik. Oleh keadaan, dia yang dipilih untuk bebas. Yesus tidak dibebaskan, tetapi diserahkan Pilatus kepada para imam untuk diperlakukan semau-maunya (sumber: Mat. 26: 54-66; Mark.14:57-64; Luk. 22: 66-71, 23:1-25; Yoh. 18:13-24).***
Sesungguhnya, pokok aduan penghancuran ‘bait suci’, bukan pernyataan berupa rencana dan tindakan Yesus. Nubuatan yang berangkat dari ‘spiritual vision’ yang disampaikannya.
Baca Juga: Pemuka Agama Sepakat Imbau Umat Hindari Kerumunan Lewat Ibadah Cegah COVID-19
Realitas yang terjadi pada ‘bait suci’ yang dikelola dan dikuasai para Imam itu sendiri yang akan menghancurkan-nya. Yesus justru hendak memperingatkan supaya kehancuran itu tidak terjadi.
Namun, para imam, penguasa ‘bait suci’, bukan hanya terganggu, tetapi merasa seluruh kepentingan, hak-hak privilese, wibawa dan pendapatan ekonomisnya akan hancur dengan nubuatan dan seruan-seruan Yesus untuk perbaikan, perubahan dan pertobatan.
Para imam telah mengenyam kenikmatan hidup yang begitu mewah dengan penguasaannya atas ‘bait suci’. Ritual yang semula dan pada dasarnya ditujukan untuk kehidupan manusia telah diubah menjadi ‘kehidupan untuk ritual’.
Baca Juga: Jelang Dies Natalis ke-58, GAMKI Luncurkan Program Berbagi Kasih Untuk Cegah Penyebaran Covid-19
Bermula dari ritual kelahiran, perkawinan dan kematian, dikembangkan menjadi ratusan lebih. Dan, semuanya mensyaratkan biaya yang membebani umat.
Bahkan kemudian diciptakan ritual yang ‘high cost‘, untuk kesehatan dan peruntungan. ‘Bait suci’ yang semula menjadi sentra-sentra bagi pemuliaan Allah, tempat-tempat memperoleh sumber dan air kehidupan dari Allah, berubah menjadi pusat-pusat kekuasaan para imam dengan jualan ritual.
**
RITUALISME Kedurjanaan menjadi ‘core bussiness‘ para imam, keluarga dan kelompoknya. Hal itulah yang dipandang Yesus yang akan menghancurkan ‘bait suci’.
Baca Juga: Cekal Fundamentalisme, Intoleransi, dan Terorisme
RITUALISME kedurjanaan itu pada akhirnya, pasti menyisihkan, bahkan membuang wibawa dan kehendak Allah dari ‘bait suci’. Nama Allah dicatut untuk transaksi-transaksi ritual. Allah sungguh dipenjarakan di dalam ‘bait suci’ dengan semua bisnis ritual para imam.
Legitimasi spiritual pada imam yang dengan taat dan patuh dipenuhi umat, telah tiba pada kepalsuan-kepalsuan yang tidak bisa lagi diampuni.
Dalam realitas itulah sesungguhnya penghancuran ‘bait suci’ terjadi. Yesus melakukan proses dan protes dengan aksi-aksi yang sangat genuine. Tanpa kekerasan, penuh dialog, memberi penjelasan, mengisi kehidupan dengan nilai-nilai keilahian pada manusia.
Baca Juga: Survei BARNA: Pemuda Ingin Gereja Jadi Laboratorium Kepemimpinan, Bukan Sekedar Spiritualitas
DIA tidak mengambil atau membangun ‘bait suci’, tetapi membuat seluruh ruang, sphere, pada seluruh tempat, waktu dan keadaan sebagai ‘bait suci’.
Allah tidak bertahta pada tempat dan ruang ‘bait suci’ itu, tetapi di seluruh tempat, di rumah kita, di kantor kita, di sawah, ladang dan di tempat kita berada.
Banyak yang mengikuti Yesus, tetapi Yesus tidak mengikat dan diikat pada satu lokasi, pada satu ‘bait’, meskipun dinamai ‘suci’.
Baca Juga: Terkait Pandemi COVID-19, GBI: Kami Tidak Membangkang Seruan Pemerintah
Berlaksa-laksa dan tiada terkira bait-bait Tuhan. Semuanya Dia bebaskan dari kejahatan dan memampukan tiap orang untuk membuahkan kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gak.5:22).
Pengikut Yesus tidak diikat agama, karena semua manusia adalah umatNYA. Seluruh alam semesta adalah BAIT Allah. Dunia ini! Karena begitu besar kasih Allah akan DUNIA ini, sehingga diberikanNYA ANAKNYA yang TUNGGAL.. (Yoh 3: 16). Ya, Dia yang tersalib itu untuk dunia.
Salam dari STT HKBP Pematangsiantar
(Oleh: Pdt. Saut Sirait)
Be the first to comment