
OnlineKristen.com | Salah satu ciri yang menonjol dari manusia adalah kesadaran diri bahwa ia adalah makhluk fana, terbatas, berlumur noda dan dosa, sebab itu seringkali berbuat salah dan terjadi nyaris berulang-ulang. Kesadaran seperti itu biasanya lahir pada momen-momen tertentu, utamanya tatkala manusia merayakan hari-hari besar keagamaan.
Memang tatkala kesadaran religius hadir menggejolak di kedalaman nurani, seiring dengan itu perasaan “vertikal-transendental” menyinggahi kedirian manusia. Kesadaran seperti itu acap juga hadir tatkala sosok manusia itu bergulat dengan penyakit yang mendera, atau bahkan ketika ia terkapar dipinggir-pinggir kehidupan dengan harapan dan nafas yang terengah-engah.
Baca Juga: MANUSIA FANA, LEMAH RAPUH DIPUSARAN DUNIA
Manusia memang tak bisa melawan hakikat dirinya sebagai makhluk fana. Mestinya kesadaran kefanaan itu melekat terus, inheren dan integral dengan kedirian manusia. Dengan realitas itu maka manusia hidup dengan lebih baik, berada dalam kontrol ajaran agama dan pada gilirannya akan menolong setiap orang untuk menghidupi kehidupan ini dengan lebih bertanggungjawab.
Harus diakui bahwa tidak gampang bagi seseorang untuk tiba pada penyadaran diri sebab dalam kondisi-kondisi tertentu manusia hidup dengan sangat arogan dan melupakan sama sekali dimensi kefanaannya. Orang yang sedang berada “dipuncak” dan penuh dengan “kuasa” tentu sulit untuk bicara tentang kefanaan dan keterbatasan.
Seseorang harus memiliki jiwa besar untuk dalam kapasitas apapun menyadari kefanaan dan keterbatasannya. Ada kisah tentang jiwa besar dari zaman baheula yang cukup bagus untuk dijadikan inspirasi.
Baca Juga: MENDENGAR GETAR-GETAR YANG PATUT DIDENGAR
Pierre Monteux seorang pimpinan orkestra dan istrinya pada suatu malam mencari penginapan. Mereka mendatangi sebuah penginapan dan di dekat kantor penginapan itu seorang perempuan berdiri di depan pintu dan berbicara dengan kasar. “Maaf aku tidak punya apa-apa!”.
Waktu gadis tadi yang berdiri di depan pintu berbisik kepadanya ekspresi wajah perempuan itu berubah. Ia lalu berkata : “Maafkan aku Tuan. Aku tidak tahu bahwa anda adalah seseorang”. Anda boleh menyewa penginapanku. Wajah Monteux berubah menjadi serius. Ia membungkuk dengan formal kepada perempuan itu dan berkata : Nyonya semua orang adalah “seseorang”. Selamat tinggal.
Kebesaran jiwa bisa memaklumi apa yang terjadi dan bahkan bisa memaafkan seseorang yang bertindak tidak baik terhadap kita. Descartes pernah ditanya mengapa ia tidak membalas orang yang telah menyakiti hatinya. Descartes menjawab : Ketika seseorang menyakitiku kunaikkan semangatku ketempat yang lebih tinggi agar serangan yang menyakitkan semacam itu tidak bisa menyentuhku!”
Sebagai makhluk fana ciptaan Allah kita harus selalu berada dalam komunikasi yang intensif bersama Allah. Kita harus transparan, jujur dan bergantung kepada Allah. Firman Allah yang dimuat dalam Kitab Suci harus dilantunkan terus dan di artikulasikan konsisten dalam praksis kehidupan. Dalam dunia yang penuh turbulensi kita terus berdoa agar Tuhan mendampingi hidup kita, menjaga dan memelihara kehidupan kita.
Bersama dengan Saudara-saudara kita kaum Muslimin kita bersyukur atas hari kemenangan yang telah diraih dan mencapai kulminasi pada perayaan Hari Idul Fitri 1441 H, 24 Mei 2020. Kita ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri kepada Saudara-saudara kita terkasih kaum Muslimin di seluruh negeri.
Kita fahami bahwa ada banyak kesulitan yang harus dialami pada saat-saat menjalankan Ibadah Puasa di tengah maraknya Covid 19, wabah pandemi yang nyaris melumpuhkan seluruh sendi kehidupan kita. Bahkan ternyata wabah itu masih belum bisa ditundukkan tatkala kita semua memasuki Hari Raya Idulfitri 1441 H.
Baca Juga: HIDUP BERHIKMAT, HIDUP SADAR WAKTU
Kiranya melalui hari raya keagamaan, kita semua akan terus mengalami pencerahan dan pencerdasan spritual demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa depan. Tuhan akan menjaga kehidupan kita, Tuhan menjaga bangsa dan negara kita.
Tuhan menjaga umat manusia di seluruh dunia, Tuhan akan membarui kedirian umat manusia, agar di hari nan fitri mereka benar-benar dimotivasi untuk menampilksn diri sebagai Imago Dei, manusia berakhlakul karimah, manusia sebagai Khalifah Allah di bumi. Kita syukuri hari kemenangan yang diberkati Allah.
Selamat Hari Raya Idulfitri 1441 H. God bless NKRI!
(Oleh: Weinata Sairin)
Be the first to comment