Bene Orasse Est Bene Studuisse: “Sudah Berdoa Dengan Baik Artinya Sudah Berusaha Dengan Baik”

Oleh: Weinata Sairin

ONLINEKRISTEN.COM,  JAKARTA – Dalam sebuah masyarakat yang beragama seperti Indonesia, maka percakapan dan terminus tehnikus yang hidup dalam masyarakat adalah yang berhubungan dengan keagamaan. Doa, syukur kepada Tuhan, mohon hikmatNya, Puji Tuhan, Alhamdulilah, ikhlas dan ridho, mensyukuri nikmatNya adalah beberapa kosa kata religius yang acap terungkap dalam interaksi antar umat tatkala menapaki kehidupan sehari-hari.

Ungkapan religius minimal dari 6 agama meluncur secara spontan dari mulut umat, sebagai pertanda bahwa hidup keberagamaan umat amat soleh, beriman kukuh dan sebab itu kosa kata religius seperti itu benar-benar telah mewarnai kehidupan umat.

Realitas empirik seperti ini patut kita syukuri oleh karena dengan cara itu keberagamaan umat bukanlah sebuah keberagamaan yang formalistik tetapi sebuah keberagamaan yang menyatu dan inhaeren dengan totalitas hidup umat.

Hidup guyub penuh persaudaraan antar umat beragama juga bisa kita temui dalam kehidupan praktis. Berdasarkan pengalaman pribadi kehidupan seperti itu sudah ada 50-60 tahun yang lalu di pinggir ibukota ketika sebagai anak kecil kita bermain dengan semua anak tanpa membedakan suku atau agama.

Ujaran kebencian bernada sara di zaman itu dalam pergaulan anak kecil nyaris tidak terdengar. Bahkan pada hari raya keagamaan anak-anak larut dalam sukacita Lebaran atau Natal tanpa sekat apapun.

Kondisi seperti itu masih tetap berlangsung hingga kini di era digital, seperti contohnya di wilayah Kampung Sawah Pondok Gede Bekasi yang berdasarkan realitas sosiologis budaya disitu Walikota mencanangkan wilayah itu sebagai teladan kerukunan.

Ada banyak wilayah lain di negeri ini yang menampilkan hubungan antar umat beragama yang amat bagus dan positif sehingga bisa menjadi teladan kerukunan.

Hubungan atar umat beragama mengalami sedikit “gangguan’ biasanya ketika umat memiliki keberbedaan dalam menentukan pilihan afiliasi politik dan hal itu dijadikan materi kampanye.

Dari situlah dimulai keretakan dalam hubungan antar umat beragama, dan makin menguat ketika dalam kampanye umat beragama digiring untuk memilih calon dengan menggunakan ayat kitab suci.

Kedepan dalam pelaksanaan pilkada serentak 2018 dan pemilu 2019 kita harus menjaga agar keluhuran agama tidak direndahkan menjadi materi kampanye politik yang pada gilirannya bisa mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama secara nasional.

Luka-luka batin yang disebabkan penghujatan agama (pada saat kampanye politik) akan menghadirkan situasi yang tidak kondusif dalam hubungan antar umat beragama dan pengaruhnya berdampak negatif dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Nilai luhur agama yang memberi panduan dan pegangan bagi umat dalam hidup di kekinian dan di keakanan harus dijaga jangan sampai dikerdilkan demi kepentingan politik (sesaat).

Pepatah yang dikutip diatas memberi pengingatan agar kita mengkombinasikan Doa dengan Usaha. Doa sebagai aktivitas keagamaan yang berdimensi vertikal mesti dibarengi dengan Usaha/upaya sebagai aktivitas horisontal.

Doa dan Usaha tak bisa berjalan sendiri-sendiri. Keduanya integral, keduanya menyatu, saling mengutuhkan, saling menyempurnakan. Mari terus berusaha keras dan tekun berdoa.

Selamat berjuang. God bless.

Weinata Sairin.

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.